TEMPO.CO , Jakarta: Sedikit ketegangan teraut dari wajah Muslim Sanni Assidiqie. Sesekali suaranya terdengar bergetar saat menceritakan sepak terjang anak keduanya yang bernama Muchsin Sanny Permadi, terduga teroris yang ditembak mati oleh Data Semen Khusus Anti teror Polri di Surakarta.
”Saya yakin orang yang ada di foto itu anak saya,” kata Muslim saat ditemui di kediamannya di Jakarta Timur. Sebelumnya, ia telah menyambangi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I R Said Sukanto atau RS Polri untuk mengidentifikasi jenasah salah satu terduga teroris.
Dia menambahkan, foto jenazah serta data susunan gigi geligi yang ditunjukkan rumah sakit, 90 persen mirip dengan anaknya.
Muchsin, menurut Muslimin, adalah seorang anak yang santun kepada orang tuanya. Anaknya itu juga ia nilai cukup tegar dan tidak pernah mengeluhkan kondisi keuangan keluarganya yang tidak terlalu baik. Saat Muslimin bersekolah di Pesantren Ngruki milik Abu Bakar Baasyir, dirinya kerap tidak mengirimkan uang untuk anaknya tersebut. Namun, Muchsin tidak pernah mengeluh dan terus belajar di sana dengan giat.
Selepas tamat dari pesantren, Muslimin tetap tidak melihat ada perubahan yang berarti dari anaknya itu. Ia mengatakan, tidak ada yang mencurigakan dari aktivitas maupun tingkah anaknya selepas dari pesantren.
Dengan sedikit tercekat, Muslim menceritakan bagaimana sosok Muchsin saat terakhir kali ia melihatnya. Pria yang bekerja sebagai pegawai asuransi tersebut mengatakan, Muslim bilang kepadanya akan berbisnis ikan bersama temannya. Muslim yang tidak curiga kemudian mengizinkan anaknya yang lahir pada 30 Agustus 1992 itu kembali ke Solo, walau ia baru pulang ke kediaman Muslim selama beberapa hari saja.
Muslim mengatakan, sebelum berangkat ke Solo, ibu tiri Muchsin, Yatmi, sempat meminta agar anak tirinya itu menunda keberangkatannya. “Tetapi dia tidak mau. Muchsin bilang, keberangkatannya itu tidak bisa ditunda-tunda lagi,” kata Muslim.
Tanpa curiga, Muslimin pun membiarkan anaknya itu kembali ke Solo. Muslimin berpikir, anaknya tersebut telah dewasa dan bertanggung jawab, sehingga ia tidak memiliki pikiran negatif maupun prasangka ketika anaknya pergi ke Solo melalui Terminal Pulogadung.
Prasangka, menurut Muslimin, baru datang saat ia mendapati anak pertamanya, Sidiq, menyimpan kartu tanda penduduk milik Muchsin di dalam dompet. Saat itu, ia bertanya kepada anak sulungnya itu mengapa Muchsin meninggalkan KTP di rumah, bukan ikut membawanya ke Solo.
“Kakaknya itu mengatakan, Muchsin mengirim SMS dan berpesan jika terjadi apa-apa maka KTP miliknya itu harus dibakar,” kata Muslimin. Dirinya langsung curiga dan meminta anaknya tersebut menceritakan kondisi Muchsin seraya berkata “Kamu ada apa-apa kenapa enggak kasih tahu Bapak?”
Muslimin saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan dan pencocokan tes DNA dirinya dan jenazah yang diduga anaknya. Ia mengatakan, siap dan ikhlas dengan segala kemungkinan yang ada, termasuk jika memang jenasah terduga teroris itu adalah putranya.
“Sekali pun mati, anak saya mati syahid," kata Muslim dengan raut wajah tegar tanpa sedikit pun air mata.
RAFIKA AULIA
Terpopuler:
Kisah Kang Jalal Soal Syiah Indonesia (Bagian 6)
Andik Vermansyah Pindah Ke Liga Utama Amerika
Polisi Tahan Kuasa Hukum John Kei
Panwaslu: Iklan Televisi Jokowi Masuk Pelanggaran
Jarak Tempuh Sepeda Motor Bakal Dibatasi
Doberman Ikut Jaga Hillary Clinton di Jakarta
Scientology Seleksi Calon Istri Tom Cruise
Calo Penerimaan Pegawai Negeri Diungkap
Jangan Katakan Kalimat Ini ke Anak Anda
Begini "Hotel" di Pesawat Boeing 747 Aeroloft