TEMPO.CO , Jakarta: Nasib 30 orang calon anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia semakin tak jelas. Hingga kemarin, rapat Komisi Hukum DPR dengan Mahkamah Agung belum menemukan titik temu soal kepastian uji kelayakan dan kepatutan calon komisioner itu.
“MA tidak bisa memastikan proses gugatan terhadap 30 calon itu, apakah mereka segera bisa mendapat kepastian hukum,” kata Nasir Djamil, Ketua Komisi Hukum, saat dihubungi Tempo.
Sebelumnya, Komisi Hukum terpaksa menunda jadwal uji kelayakan dan kepatutan 30 calon anggota Komnas HAM, menyusul adanya gugatan terhadap keabsahan mereka. Gugatan ini diajukan Syafruddin Ngulma Simeulue, calon anggota Komnas HAM. Syafruddin menggugat Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dan Ketua Panitia Seleksi Jimly Asshidiqie dengan tuduhan proses seleksi tidak transparan. Keduanya digugat senilai Rp 1,2 miliar.
Gugatan itu membuat Komisi Hukum DPR berkonsultasi dengan MA. Namun ternyata MA tak bisa menjamin putusan atas gugatan itu bisa berjalan cepat. "Karena, biasanya, yang kalah banding sampai kasasi," kata Nasir. ”Prosesnya lama”
Karena itu, menurut Nasir, DPR memilih membahas secara internal sejumlah opsi yang akan diambil. "Apakah mengembalikan nama-nama ini dengan segala risikonya, atau meneruskan fit and proper test dengan segala risikonya," ujarnya.
Meski begitu, Nasir memperkirakan DPR akan memutuskan mengembalikan 30 nama itu ke Komnas HAM sambil menunggu proses hukum selesai. Menurut Nasir, DPR emoh ambil risiko melanjutkan proses uji kelayakan sebelum ada kepastian hukum soal gugatan itu. ”Kami serahkan kembali ke Komnas HAM,” kata Nasir.
Juru bicara Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, mengatakan tak bisa mempercepat penyelesaian perkara. “Kami paham Komnas HAM itu lembaga penting. Tapi ini tidak bisa diburu-buru,” katanya.
Anggota Komnas HAM, M. Ridha Saleh, meminta DPR tetap menggelar uji kelayakan dan kepatutan. Ia beralasan, pengembalian justru memperpanjang masalah. Ketua Panitia Seleksi Jimly Asshidiqie memilih angkat tangan dengan alasan tugasnya sudah selesai. “Semua sudah diserahkan Komnas dan DPR. Kalau mereka mau bentuk pansel sendiri juga terserah,” katanya melalui pesan singkat.
FEBRIYAN | INDRA WIJAYA
Terpopuler:
Enam Pembesar Polri Bisa Terseret Kasus Simulator
Pangkas Kewenangan KPK, DPR Dinilai Lucu
Kewenangan KPK Dikebiri, Penasihat Ancam Mundur
Menteri Purnomo Ancam Wartawan Jakarta Post?
Seluruh Ijazah Guru di Banten Akan Diperiksa Ulang