TEMPO.CO, Jakarta-- Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia belum memastikan kapan kasus korupsi simulator uji mengemudi diserahkan dari Kepolisian kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Kepolisian berdalih masih menunggu hasil gelar perkara penyidik Badan Reserse Kriminal. "Formatnya seperti apa, kami tunggu gelar perkara selesai," kata Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar di kantornya Jumat 19 Oktober 2012.
Boy mengatakan gelar perkara itu merupakan respons Kepolisian terhadap surat pimpinan KPK kepada Kepala Badan Reserse, Sutarman, pada Kamis lalu. Dalam surat itu, KPK meminta Polri menyerahkan kasus simulator kepada KPK lengkap dengan berkas pemeriksaan, barang bukti, dan para tersangka.
Menurut Boy, Polri mengaku kesulitan menghentikan penyidikan kasus simulator. Penghentian penyidikan kasus, dia menuturkan, harus sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Di KUHAP ada penjelasan mengenai penghentian proses penyidikan, contohnya: bukan tindak pidana, tidak memenuhi unsur pidana, tersangka meninggal dunia. Penyerahan kasus kepada lembaga lain tak ada dalam aturan KUHAP. Dalih itulah yang dipakai Kepolisian sehingga mereka belum memutuskan sikap setelah menerima surat pimpinan KPK.
Di tempat terpisah, Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Nanan Sukarna menegaskan, Kepolisian tidak ingin mempersulit penyerahan kasus simulator. Dalam proses penyerahan, ucap dia, Kepolisian mempertimbangkan aspek hukum acara pidana dan administrasi yang tidak melanggar ketentuan. "Jangan sampai salah melaksanakan, nanti malah kami digugat secara hukum."
Sebab, Kepolisian harus mempertimbangkan secara matang petunjuk KPK itu. Boy enggan membahasakan “petunjuk” sama artinya dengan surat perintah penghentian penyidikan alias SP3. "Penghentian penyidikan sudah diatur dalam acara hukum pidana," ucapnya.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., menegaskan bahwa isi surat yang dikirim KPK sudah jelas. "Isi surat kami bahwa kasus harus diserahkan sesuai dengan Pasal 50 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," ujarnya. Pasal tersebut, menurut Johan, sudah jelas mengatur, bila KPK melakukan penyidikan, kegiatan penyidikan dari lembaga penegak hukum lain harus berhenti. Namun, “Justru Polri mengacu pada pasal 109 KUHAP (tentang SP3),” dia menambahkan. “Tapi masih dalam pembicaraan.”
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menyayangkan sikap Kepolisian, yang tetap mengacu pada KUHAP. "Memang kalau menggunakan KUHAP jadi beribet," kata Denny, Kamis lalu. Padahal, dia menuturkan, UU KPK sudah jelas mengatur soal penyidikan itu.
Denny meminta KPK maupun Polri cukup mengikuti instruksi Presiden pada pidato Senin, 8 Oktober lalu, yaitu menggunakan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. "Di dalam Undang-Undang KPK sudah jelas dinyatakan itu lex specialis. Dalam konteks itu, lembaga lain tidak berwenang, hanya KPK (yang berwenang menyidik)," ucapnya.
"Perintahnya jelas, dan aturannya juga jelas, penyidikan harus tunggal, tidak terpecah, dan diserahkan kepada KPK," kata Denny. "Saya juga tidak menilai Polri mengulur waktu."
TRI SUHARMAN | RUSMAN PARAQBUEQ | BOBBY CHANDRA | ARYANI KRISTANTI
Baca juga:
Gerakan #SaveKPK
Polri Bantah Persulit Penyerahan Kasus Simulator
KPK Minta Polri Stop Sidik Kasus Simulator SIM
Pelimpahan Kasus Simulator Bisa Tak Pakai KUHAP
Rekanan Proyek Janji Bongkar Kasus Simulator SIM