TEMPO.CO, Aceh Tamiang - Sebuah kejadian mengenaskan kembali menimpa orang utan Sumatera. Kali ini tujuh orang utan harus rela menyingkir dari rumah mereka yang hancur digilas buldoser. Tempat hidup primata langka tersebut dihancurkan untuk dijadikan jalan bagi perkebunan sawit.
Enam di antara tujuh orang utan itu adalah tiga pasang induk dan bayinya, yang tinggal di bagian kecil hutan di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, yang sedang diratakan oleh PT Sisirau. Perusahaan sawit ini adalah anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), kelompok industri yang seharusnya bertanggung jawab melindungi habitat orang utan.
Beruntung tujuh orang utan itu berhasil diselamatkan tepat waktu oleh Sumatran Orangutan Society, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada perlindungan orang utan sumatera (Pongo abelii). Tujuh orang utan tersebut kini telah dilepaskan kembali ke Taman Nasional Gunung Leuser.
"Kami mengajukan keluhan resmi kepada RSPO tentang ulah nakal perusahaan anggotanya," kata Direktur Sumatran Orangutan Society, Helen Buckland, seperti dikutip Dailymail, Selasa, 30 Oktober 2012.
Lembaga perlindungan orang utan sumatera itu melansir beberapa gambar dramatis yang menunjukkan penggusuran orang utan oleh PT Sisirau. Gambar-gambar itu dijadikan bukti dan dikirim ke konferensi tahunan RSPO, yang dimulai hari ini di Singapura dan berlangsung hingga Kamis lusa.
RSPO mengatur minyak sawit bersertifikat lestari yang dirancang untuk membatasi dampak lingkungan dan sosial yang negatif dari industri sawit. Ketentuan ini disepakati perusahaan sawit, pedagang, pembeli, pengecer, bank, dan organisasi sosial dan lingkungan.
Minyak kelapa sawit adalah komoditas penting yang ditemukan di separuh lebih produk makanan olahan di dunia. Bahan ini juga diolah menjadi biofuel dan digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dan pembangkit listrik.
Perluasan perkebunan sawit ke kawasan hutan konservasi diakui sebagai ancaman utama terhadap spesies-spesies yang terancam punah, termasuk orang utan, gajah, dan harimau.
"Perusahaan mengetahui ada orang utan di lahan mereka. Manajer perusahaan malah pernah bergabung dengan tim penyelamat orang utan, namun buldoser terus meruntuhkan pohon-pohon yang tersisa," ujar Buckland.
PT Sisirau telah menjadi anggota RSPO sejak 2008. Namun, perusahaan ini belum disertifikasi sebagai produsen minyak sawit lestari.
Dengan kejadian ini dan bukti gambar yang dirilis, Buckland berharap PT Sisirau tidak akan pernah memperoleh sertifikat. Ia mengimbau PT. Sisirau untuk segera menghentikan semua penebangan dan operasi di kawasan habitat orang utan. Ia juga meminta RSPO segera mengakhiri keanggotaan perusahaan tersebut.
"Pemberian sertifikat kepada PT Sisirau adalah hal yang menggelikan. Kredibilitas RSPO benar-benar dipertaruhkan di sini," ujar dia.
Panut Hadisiswoyo, pendiri dan Direktur Orangutan Information Centre, mengatakan populasi orang utan semakin terdesak dan terisolasi ke lahan pertanian, seiring makin banyaknya hutan yang digantikan oleh perkebunan sawit. "Mereka terancam kelaparan atau dibunuh jika masuk ke lahan pertanian untuk mencari makanan," ujarnya.
MAHARDIKA SATRIA HADI
Berita Terpopuler:
Sekali Rapat, DPR Minta Lebih dari Rp 1 Miliar
Anggaran Militer Juga Terkena Kutipan DPR
SMS Inisial Anggota DPR ''Tukang Peras''
Anggota DPR ''Palak'' BUMN, Apa Kata Aria Bima
SMS DPR Pemeras Disebar? Dahlan Menjawab