TEMPO.CO , Yogyakarta: Pesawat DC3 merupakan pesawat angkut pada perang dunia ke dua digunakan untuk menjelajah dunia. Pesawat yang digunakan merupakan pesawat buatan 1942 yang tidak dimodifikasi. Semuanya masih manual. Alat-alat navigasi pun tidak ada yang baru.
"Tidak ada outopilot, pesawat dirancang kokoh untuk perang. Navigasinya sangat dasar," kata Christian Goezinne (63), salah satu dari 3 pilot yang menerbangkan CD3 di Bandar Udara Adisutjipto, Rabu, 7 November 2012. Christian sudah mempunyai jam terbang selama 18 ribu jam terbang.
Baca Juga:
Pesawat dengan satu mesin ini hanya mampu terbang di ketinggian di bawah 13 ribu kaki. Karena tidak ada navigator radar yang canggih, maka pilot harus waspada jika ada badai di langit. "Kami harus selalu waspada karena tidak ada autopilot," kata dia.
Hingga tiba di Yogyakarta, pesawat tua itu sudah terbang selama 60 jam sejak berangkat dari Inggris pada 25 Oktober lalu.
Meskipun sistem navigasi sangat dasar dan tanpa ada autopilotnya, namun pesawat itu interiornya sudah dibuat nyaman. Dari tempat duduk, ada stereo set dan kenyamanan lainnya.
Rute yang ditempuh oleh pesasat uzur itu mulai dari Lympne (Inggris) - Marseille (Prancis) - Brindisi (Italia) - Larnaca (Cyprus) - Amman (Yordania) - Kuwait - Muscat (Oman) - Karachi (Pakistan) - Agra (India) - Rangoon (Myanmar) - Penang (Malaysia) - Selatar (Singapura) - Yogyakarta - Kupang - Darwin - Mt. Isa - Longreach - Brisbane - Northfolk Island (Australia) - Auckland (Selandia Baru).
Menurut jadwal, para kru pesawat dan penumpang akan tiba di Auckland pada 14 November. Karena pesawat itu sudah tua, setiap singgah di bandar udara harus diperiksa, baik mesin maupun baling baling secara manual. Sebab, tidak ada peralatan yang bisa memantau kerusakan secara otomatis (computerized). Setiap singgah pula, kru pesawat mengisi bahan bakar.
Jelajah dunia dengan pesawat tua itu untuk napak tilas perjalanan pilot perempuan Jean Batten pada 1936. Ia menjelajah dari Inggris menuju Selandia Baru selama 11 hari 45 menit. Namun, pesawat yang untuk napak tilas ini bukanlah peaswat yang digunakan oleh Jean.
"Pesawat Jean lebih tua 10 tahun," kata Paul Bazeley, salah satu pilot muda asal Inggris yang ikut menerbangkan DC3, yang di Indonesia dikenal dengan Dakota.
Meskipun lokasi star dan finish sama dengan rute Jean Batten, namun peswat untuk napak tilas ini berbeda lokasi transit di bandaranya. Rute Jean Batten waktu menjelajah dunia adalah Lympne - Marseille - Brindisi - Cyprus - H3 landing ground (Syrian Desert) - Basra - Karachi - Allahabad - Akyab - Penang (Malaysia) - Singapore - Rambang - Kupang - Darwin - Brunette Downs - Longreach - Charleville - Sydney (Australia) - Auckland (Selandia Baru).
Indinesia juga mempunyai pesawat sejenis pada 1948, yaitu Dakota RI 001. Pesawat itu diberi nama Dakota Seulawah. Ini pesawat angkut pertama kali yang dimiliki oleh Indonesia pemberian rakyat Aceh.
MUH SYAIFULLAH
Terpopuler:
Mie Riweuh, Murah di Kantong Mahal Dirasa
Malioboro Didorong Jadi Kawasan Ramah Pejalan Kaki
Napak Tilas Rekor Dunia Dacota Mampir Yogyakarta
Sulitnya Menjaga Taman Nasional Danau Sentarum
Jus Pare, Jajanan Jalanan Taipei
Tenun Ikat Asal NTT Segera Dipatenkan