TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung menyatakan hakim Pengadilan Negeri Ambon, Arifin Sani, yang menangani kasus perdata Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, melanggar aturan. Ketua MA Hatta Ali mengatakan seharusnya Pengadilan Ambon tak mengabulkan gugatan perdata Theddy. Sebab, Mahkamah Agung sudah memutuskan Theddy bersalah dan bisa dieksekusi. “Kami menilai ada kesalahan yang dilakukan hakim Arifin. Kesalahan itu dari segi teknis,” kata Hatta di kantornya, Kamis, 27 Desember 2012.
Pengadilan Ambon memvonis bebas Theddy, yang didakwa mengkorupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2006-2007 senilai Rp 42,5 miliar. Di tingkat kasasi, Mahkamah memvonis Theddy 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta serta membayar kerugian negara Rp 5,3 miliar subsider 2 tahun kurungan.
Di dalam berkas putusan kasasi, Mahkamah tak menyertakan perintah untuk mengeksekusi Theddy. Inilah yang mendorong Theddy bersama pengacaranya, Yusril Ihza Mahendra, mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Ambon. Arifin, yang menangani perkara itu, pun mengabulkan gugatan Theddy. Padahal, saat gugatan berlangsung, Mahkamah telah mengeluarkan surat perintah eksekusi putusan kasasi. Theddy berhasil kabur saat akan dieksekusi oleh tim Kejaksaan Agung.
Menurut Hatta, Arifin sudah dikenai sanksi. Mahkamah juga mengawasi sepak-terjang hakim itu. Kalau ada pelanggaran etika, Mahkamah akan menindaknya. "Kami masih menyelidiki. Kalau ada faktor suap, akan ada pelanggaran kode etik."
Juru bicara Komisi Yudisial, Asep Rahmat Fajar, mengatakan pemberian sanksi bagi Arifin dapat dilakukan oleh Mahkamah maupun Komisi Yudisial. Ia menegaskan, lembaganya siap ikut menindaklanjuti pelanggaran etika yang diduga dilakukan hakim Arifin. Jika Mahkamah merekomendasikan Arifin melakukan pelanggaran etika berat, Komisi Yudisial akan ikut turun tangan. “Kami dan Mahkamah akan membentuk Majelis Kehormatan Hakim,” katanya.
IRA GUSLINA SUFA | RUSMAN PARAQBUEQ