TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat energi dari Reforminer Institute, Pri Agung, menilai keputusan Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas), yang tidak memperpanjang masa jabatan Presiden Direktur ExxonMobil Indonesia, tidak akan mempengaruhi keputusan perusahaan asal Amerika itu untuk membatalkan penjualan asetnya di Indonesia.
"Pemerintah punya kewenangan tidak memperpanjang jabatan ExxonMobil karena memang ada aturannya. Tapi saya kira tidak akan mengubah kebijakan ExxonMobil di pusat, karena direktur di sini hanya menjalankan," kata Pri saat dihubungi Tempo, Kamis, 3 Januari 2013.
Seperti diberitakan, SK Migas (pengganti BP Migas) tak memperpanjang masa jabatan Presiden Direktur ExxonMobil Indonesia Richard J. Owen, yang berakhir awal tahun ini. Rencananya, pergantian akan dilakukan akhir Januari atau awal bulan depan.
"Tentu keputusan ini untuk meningkatkan kinerja Exxon. Proyek ini, terutama di Blok Cepu, kan proyek strategis. Jadi, kami berharap ada peningkatan kinerja, makanya presidennya diganti terus," kata Deputi Pengendalian Operasi SK Migas Gde Pradnjana ketika dihubungi Tempo, Rabu, 2 Januari 2013.
Namun, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas SK Migas, Hadi Prasetyo, mengatakan, pergantian ini juga terkait sikap Exxon yang berubah-ubah soal pelepasan aset di Blok B Arun. Setelah blok tersebut dilirik oleh perusahaan-perusahaan nasional, perusahaan migas asal Amerika Serikat ini membatalkan niat untuk melepas aset tersebut. "Exxon ingin mengoperasikan sendiri. Pemerintah jadi mempertanyakan bagaimana komitmen Exxon, kok, seperti ini?" kata Hadi.
Menurut Pri, pemerintah harus menjelaskan alasan kenapa tidak memperpanjang jabatan Presiden Direktur ExxonMobil untuk memastikan tidak ada motif lain di balik kebijakan tersebut. "Argumentasinya harus transparan. Kalau alasannya Exxon tidak bisa mencapai target, bukan Exxon saja yang seperti itu," ujarnya. "Kalau karena masalah tidak jadi menjual, kebijakannya bukan di Exxon Indonesia, tapi dari pusat."
Sebaliknya, Pri juga meminta agar ExxonMobil menjelaskan alasan mereka tidak jadi menjual aset seperti yang ditawarkan sebelumnya. Sebab, sudah banyak perusahaan nasional yang berminat membeli saham itu.
Menurut Pri, bagi perusahaan sekelas Exxon, saham di Blok B Arun, lapangan gas North Sumatera Offshore, dan di PT Arun NGL tak lagi berskala besar. "Tapi, untuk perusahaan nasional sekelas Pertamina, Medco, atau Mega Persada, itu memang cukup potensial," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Terpopuler:
Kebijakan Fiskal Obama Dinilai Untungkan Indonesa
BPS : Masyarakat Indonesia Anti Korupsi
2013, Produk Impor Kian Banjiri Indonesia
3000 Produk Impor Tak Berlabel SNI
Yogyakarta Akan Operasikan Lembaga Penjamin kredit