TEMPO.CO, Jakarta - Satu penyebab banjir kerap mendatangi kawasan Pluit dan sukar pergi adalah penurunan tanah, 10-15 sentimeter per tahun. Kata anggota peneliti Jakarta Coastal Defence Strategy, Heri Andreas, wilayah Pluit hingga Tanjung Priok merupakan hasil reklamasi.
Majalah Tempo edisi 28 Januari 2013 mengulas Pluit yang semakin kritis. Dulu, hitungan teknis reklamasi itu sudah mencakup potensi penurunan lapisan teratas tanah timbunan. Dengan perhitungan ini, penurunan tanah diperkirakan bakal berhenti dalam kurun 40-50 tahun. Dan tanahnya menjadi mantap.
“Tapi, celakanya lapisan bagian bawahnya disedot dengan pengambilan air tanah berlebihan," kata Heri, Rabu, 23 Januari 2013. "Akibatnya, tanah ikut terkompaksi jadi turun. Inilah yang meleset dari perhitungan."
Penyedotan air tanah besar-besaran itu, menurut Heri, terbukti menjadi satu penyebab penurunan tanah, selain kondisi tanah dan beban bangunan. Dulu, Pluit serta Muara Baru adalah kawasan industri. Pengambilan air tanahnya sudah sedalam 100 hingga 200 meter.
Sedimentasi atau tanah endapan di Pluit juga terhitung paling muda. Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Robert M. Delinom, menyatakan bahwa tanah di bawah Jakarta merupakan endapan vulkanik dan tanah sedimen, dengan umur geologi relatif masih muda. “Antara 10 ribu dan 100 ribu tahun. Untuk geologi itu muda,” ujarnya.
Endapan vulkanik itu berasal dari pegunungan di selatan Jakarta. Ahli geologi menyebutnya formasi Kipas Aluvial Bogor. Material daratan di Jakarta, ujarnya, dominan campuran pasir dan lempung. Sifat dua material batuan itu loose, mudah lepas. Jika dominan lempung, tanahnya cenderung mudah lepas. Jika pasir yang dominan, ikatan butiran antarpasir lebih kuat, karakter tanah cenderung lebih mampat.
Kasus amblesan di Jakarta Utara, kata Robert, terjadi karena sifat tanahnya yang dominan lempung dibanding pasir. Di samping itu, pembangunan di Jakarta Utara yang masif menyebabkan pembebanan. Efek inilah yang menyebabkan daerah sekitarnya cepat turun.
Meskipun demikian, Robert berpendapat amblesan di utara Jakarta bukan disebabkan pengambilan air tanah. Data yang diperolehnya menunjukkan tak ditemukan perubahan tinggi permukaan air tanah di Jakarta bagian utara. ”Jika muka air tanah turun dan ada amblesan, berarti ada hubungannya. Ini tidak. Air tanahnya biasa saja dari tahun ke tahun, sementara amblesan ada terus.”
ERWIN ZACHRI | ANTON WILLIAM | ANWAR SISWADI | AHMAD FIKRI | ISTMAN MP | CORNILA DESYANA