TEMPO.CO, Yogyakarta - Budayawan Emha Ainun Nadjib menyinggung tentang pemberian duit senilai Rp 1 miliar saat menggelar dialog dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Anis Matta, di Ndalem Kadipiro Yogyakarta, Jumat dinihari, 8 Februari 2013. Namun, Cak Nun, sapaan Emha, tidak mengaitkan soal duit Rp 1 miliar yang sempat menjadi angka populer dalam kasus suap daging impor yang menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Suami artis Novia Kolopaking itu mulanya membicarakan tentang dirinya yang selama ini lebih memilih jalan hidup budayawan. Ia mengibaratkan budayawan seperti angin yang bertiup, yang membawa serbuk-serbuk untuk menyuburkan alam dan isinya. Berbeda dengan politikus, budayawan ataupun seniman, kata Cak Nun tak memiliki satu aset atau komidtas tertentu untuk dijual. Kecuali, kata dia, ilmu dan pengetahuan kepada masyarakat dengan tujuan makin memahami peran hidup.
"Saya tak memiliki keberanian seperti Mas Anis dan tidak mampu membikin yang telah Anda bikin," katanya. Cak Nun menganalogikan berbagai jualan partai politik seperti penjual soto dan rawon yang berlomba menjajakan dagangan untuk memikat pembeli. "Tapi jangan tanya saya, pro-soto apa pro-rawon. Saya hanya bertugas memberi garam apa gula kalau soto apa rawonnya kurang asin," kata Cak Nun yang disambut gelak tawa para kader PKS.
Cak Nun mengatakan, karena budayawan hanyalah layaknya angin yang membawa serbuk-serbuk untuk menyuburkan, maka kondisi keuangan dan keluarga pun tak bisa terjamin pasti alias angin-anginan juga. "Tapi kalau sekali minta rejeki sama Gusti Allah karena kepepet, angin ini biasanya langsung dikasih uang cash. Tapi memang, enggak pernah sampai Rp 1 miliar," kata Cak Nun. Ujaran Cak Nun kembali membuat gelak tawa kader PKS dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat menggelegar.
Cak Nun dalam dialog santainya itu, Cak Nun juga menyinggung soal penggunaan istilah konspirasi yang sempat mencuat karena diungkapkan Anis soal penangkapan Luthfi Hasan Ishaq. Cak Nun menyatakan tertarik dengan penggunaan kata konspirasi Anis dan melihat sebagai bentuk psikologi bertahan yang blakblakan. "Kata konspirasi memang seharusnya dipelihara oleh bahasa Indonesia. Tidak hanya soal PKS, tapi manusia di muka bumi ini karena selama dua milennium kita sebenarnya terperangkan konspirasi besar," kata dia.
Menurut dia, kata konspirasi muncul karena manusia mau terjebak dalam kompetisi-kompetisi untuk mencari untung. "Termasuk kita sudah terjebak konspirasi seperti turnamen lima tahunan yang palsu itu. Tapi eggak apa-apa, sudah terlanjur jadi jalani saja," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO
Berita Terpopuler Lainnya:
Daging Impor, Luthfi-Suswono Bertemu Bos Indoguna
KPK: Ahmad Fathanah Operator Penerima Suap
Hakim Daming Tak Bisa Bedakan Sisir dan Sikat Gigi
Capres 2014, Jokowi Diibaratkan Sebagai Anak Macan
Indonesia Disebut Terlibat Program Rahasia CIA
Rhoma Irama Mirip Ronald Reagan, Kata Didik