TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen Rumah Sakit Atma Jaya, Penjaringan Jakarta Utara membantah lembaganya merekomendasikan operasi bagi pasien Annisa Azwar, 20 tahun, mahasiswi Fakultas lmu Keperawatan, Universitas Indonesia (UI) Depok. "Harus observasi intensif tiga kali 24 jam, bukan operasi. Jadi uang Rp 12 juta buat uang ICU, bukan operasi," ujar Yohanes Temaluru, Direktur SDM dan Umum Rumah Sakit Atma Jaya, Senin, 11 Februari 2013.
Yohanes mengatakan rumah sakitnya telah menjalankan standar prosedur penanganan tepat saat korban pertama kali datang. Korban pertama kali masuk sekitar pukul 16.00 dengan diantar sopir dan satu polisi. Korban yang diterima pegawai ruang gawat darurat langsung mendapatkan perawatan intensif dari rumah sakit. "Kami lakukan penanganan medis secara intensif dan dilakukan pemeriksaan CT scan kepala," ujarnya. Setelah itu, kondisi pasien terus membaik meskipun masih lemah dan tampak bingung.
Annisa Azwar, 20 tahun, meloncat dari angkot U10 jurusan Sunter-Kali Pasir, Rabu lalu. Diduga korban ketakutan karena mengira akan dibawa kabur oleh sopir angkot. Saat itu korban yang merupakan mahasiswi semester IV Universitas Indonesia Depok ini mengaku salah naik angkot U10 ke arah Kalipasir, bukan ke arah Sunter yang biasanya dinaiki. Karena itu, ia meminta turun dan berencana putar-balik menggunakan angkot serupa ke arah Sunter. Korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Atma Jaya.
Mencermati kondisi terakhir korban, tim dokter yang diipimpin dokter ahli syaraf Jimmy merekomendasikan korban dipindah ke ruang ICU untuk mendapatkan observasi lebih intensif. Namun, kelurga memilih menempatkan korban di ruang bangsal. "Kami sudah menjelaskan saran tersebut ke pihak keluarga, dan mereka menyatakan pikir-pikir dan berembuk dahulu," ujarnya.
Saat keluarga mendatangi ruang administrasi, rumah sakit menjelaskan mengenai biaya perawatan, termasuk saat masuk ICU. Untuk biaya ICU, Yohanes mengatakan lembaganya menyebutkan biaya inap Rp 1 juta per hari serta biaya tindakan susulan Rp 2-2,5 juta. Kemudian, uang jaminan Rp 12 juta yang bisa dibayar sesuai kesanggupan keluarga.
"Tanpa diminta pun kami menjelaskan berapa harga kamar secara rinci karena itu prosedur, kalau tidak sampai Rp 1 juta, silakan mengisi form kesanggupan, begitupun kalau tidak ada Rp 12 juta, silakan juga mengisi form kesanggupan," kata dia.
Setelah berembuk, keluarga korban memutuskan menolak perawatan intensif ICU dengan alasan mau dipindah ke rumah sakit di daerah Koja, dekat dengan keluarga korban di wilayah Pademangan. "Meskipun demikian terapi serta konsultasi tetap dijalankan secara maksimal kepada korban," ujarnya.
Beberapa kali pihak rumah sakit menjelakan mengenai pentingnya perawatan intensif ICU, sebab kondisi pasien masih belum stabil dan dikhawatirkan kondisinya bertambah buruk. "Namun pihak kelurga tetap menolak dengan alasan mau dipindah ke RS Koja," ujarnya.
Bahkan, upaya terakhir dengan menawarkan bantuan keuangan dari Increso, selaku pihak ketiga yang selama ini menjalin kerja sama dengan pihak rumah sakit, tetap tidak meluluhkan tekad keluaga untuk memindahkan perawatan korban. Karena alasan biaya, akhirnya dia dipindahkan ke RS Koja. "Korban meninggalkan rumah sakit sekitar pukul 13.00 dengan menggunakan ambulans 118," ujarnya.
Selama dirawat, pada Kamis lalu, 7 Februari 2013, korban mengeluhkan sakit di bagian kepala sebelah kanan akibat benturan cukup keras dengan aspal jalan. Annisa akhirnya meninggal. Jenazah Annisa diterbangkan ke Bukittinggi.
JAYADI SUPRIADIN
Baca juga
Jejak Anis Matta di Tas Ahmad Fathanah
Status Hukum Anas Urbaningrum Masih Menggantung
Segi Empat Dalam Pusaran Kasus Suap Impor Daging
Ratusan Pegawai Pajak Bisa Akses SPT Pajak SBY