TEMPO.CO, Tangerang-Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah penderita kusta tertinggi di dunia. Dengan jumlah penderita kusta mencapai 23.169 orang membuat Indonesia berada di urutan ketiga dunia penderita kusta terbanyak.
"Pulau Jawa merupakan daerah yang mendominasi angka penderita penyakit menular ini," katanya saat menghadiri peringatan Hari Kusta se-dunia di Rumah Sakit Sitanala, Kota Tangerang, Rabu 13 Februari 2013.
Menurut Nafsiah, jumlah penderita kusta di Indonesia masih cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2012 jumlah penderita kusta terdaftar sebanyak 23.169 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 2.025 orang atau 10.11 persen. Jika dibandingkan tahun 2011 terjadi peningkatan dimana jumlah penderita kusta mencapai 20.023 kasus. "WHO menetapkan Indonesia menempati urutan ke tiga dunia setelah India dan Brazil dengan jumlah penderita kusta tertinggi," katanya.
Nafsiah menjelaskan, penderita penyakit kusta di Indonesia didominasi penduduk yang tinggal di pulau Jawa. Seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogjakarta, Jawa Barat dan Jakarta. "Sekitar 50 persen penderita dari 23.169 kasus berada di pulau Jawa," katanya.
Penderita kusta juga tersebar di luar pulau Jawa, seperti Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Papua-Irian Jaya. "Jumlah penderita kusta di pulau Jawa mencapai 15 ribu dari 23 ribu penderita kusta di Indonesia," kata Nafsiah.
Pemerintah, kata dia, telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka kasus penderita kusta. Dan jika dibandingkan beberapa tahun lalu, jumlah penderita kusta saat ini sudah mengalami penurunan. Sehingga, kata Nafsiah, rumah sakit khusus penderita kusta sudah dikurangi dari 22 rumah sakit kini hanya 10 rumah sakit yang khusus menanggani kasus penderita kusta dan tersebar di Indonesia. "Puskemas sudah melakukan pendeteksian dini penderita kusta dari anak-anak hingga orang dewasa," katanya.
Hanya saja stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta seringkali menghambat penemuan kasus secara dini. Padahal, kusta bukan penyakit kutukan, melainkan penyakit yang ditularkan dari virus karena pola masyarakat yang tidak menjaga kesehatan lingkungan. Upaya untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi dibutukan komitmen dan motivasi yang kuat kepada penderita dari masyarakat. Pandangan masyarakat membantu penderita kusta untuk melihat masa depan.
"Penderita kusta bukanlah orang yang cacat. Hapus stigma dan diskriminasi kepada penderita kusta. Mereka harus diberikan informasi yang jelas dalam upaya pencegahan penularan penyakit ini,"kata Nafsiah.
Selain itu, bila sebelumnya hanya rumah sakit umum yang menangani penderita kusta. Dokter puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia harus dilibatkan. Puskesmas bisa mendeteksi dini penderita kusta yang berada seluruh Tanah Air. Ini sebagai upaya pencegahan agar penyakit ini tidak menular kepada orang lain dan bisa ditekan jumlah penderita-nya. Masyarakat pun harus memperhatikan pola kesehatan dan lingkungan mereka supaya terhindar dari penyakit kusta.
"Penyakit ini bisa disembuhkan. Kusta bukanlah penyakit misterius dan penyakit mematikan,"kata Nafsiah.
Wali Kota Tangerang, Wahidin Halim mengatakan, pemerintah daerah selama ini sudah berupaya memberdayakan bekas pasien penderita kusta dengan memperkerjakan mereka diberbagai tempat.
"Ada yang bekerja sebagai petugas kebersihan, bahkan ada juga penderita kusta yang melakukan usaha bisnis dan sebagian dipulangkan ke daerah asal mereka tinggal," kata Wahidin.
Menurut Wahidin, dalam tiga tahun terakhir sekitar 180 penderita kusta di Kota Tangerang sebagian besar sudah bekerja, berusaha. "20 di antara mereka masih menjadi pengemis di jalanan," katanya. Simak info soal kusta di sini.
JONIANSYAH
Baca juga:
Jokowi Ambil Alih Penanganan Rusun Marunda
Petisi Penahanan Rasyid, Pengacara Angkat Bicara
Ahok Bakal Hapus Angkot, Koperasi Angkot Marah
Ribut dengan Debt Collector, Motor Dibakar