TEMPO.CO, Jakarta - Setelah berakhirnya kontrak Total E&P Indonesie dan Inpex pada 2017, Blok Mahakam diperkirakan masih bisa menyumbang pendapatan negara sebesar US$ 8,4 miliar atau sekitar Rp 81 triliun lebih selama 20 tahun. Jika dirata-rata, setiap bulan negara menerima sekitar Rp 350 miliar dari Blok Mahakam.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini, menyatakan, sisa cadangan gas di Blok Mahakam pada 2017 diperkirakan 2 triliun kaki kubik (triliun cubic feet/TCF). Dengan asumsi harga gas US$ 10 per juta british thermal unit (million british thermal unit/mmbtu), maka pendapatan kotor dari Blok Mahakam mencapai US$ 20 miliar selama masa kontrak 20 tahun.
Dari pendapatan tersebut, sebesar 40 persen adalah investasi kontraktor yang dikembalikan. Sisanya adalah jatah bagi hasil pemerintah Indonesia dan kontraktor. "Dari sisa tersebut, untuk kontraktor 30 persen, yaitu senilai US$ 3,6 miliar, dan untuk negara 70 persen menjadi US$ 8,4 miliar. Semuanya dilakukan dalam 20 tahun kontrak," kata Rudi melalui pesan pendeknya kepada Tempo, Selasa, 19 Februari 2013.
Rudi menjelaskan, investasi untuk lapangan gas di laut memang cukup tinggi, sekitar 35 persen sampai 50 persen dari proyeksi penerimaan. Ini jauh lebih tinggi daripada investasi lapangan gas di darat, yang sekitar 25 persen sampai 30 persen. "Dalam hitungan tadi dipakai sekitar 42 persen saja karena hanya gas dan sumur tua di laut," kata Rudi.
Rudi mengatakan, dengan hitungan ini, kontraktor yang akan mengelola Blok Mahakam nanti harus menyediakan dana awal sekitar Rp 80 triliun. Rudi mengatakan, karena risiko bisnis minyak dan gas bumi yang tinggi, dia berharap BUMN maupun BUMD berkolaborasi dengan investor yang bermodal kuat.
"Diharapkan hadirnya investor yang tetap berkolaborasi dengan BUMN atau BUMD juga untuk melakukan tambahan investasi eksplorasi yang sangat berisiko," kata Rudi.
Rudi mengatakan, tanpa eksplorasi tambahan, maka cadangan migas dan pendapatan negara tidak akan bertambah. Namun ada risiko investasi triliunan rupiah yang hilang bila saat eksplorasi tak ditemukan cadangan yang memenuhi skala keekonomian. "Nah, bagian ini (kekuatan modal dan kesiapan risiko) tidak dimiliki pihak BUMN atau BUMD, sehingga masa depan cadangan migas terancam bila hanya dikelola sendiri," katanya.
Menurut dia, BUMN atau BUMD bisa mendapatkan pinjaman perbankan untuk investasi pengembangan blok saja yang diperkirakan sebesar Rp 80 triliun. Namun, untuk eksplorasi, dia ragu diperoleh dari pinjaman bank. "Untuk yang triliunan rupiah untuk eksplorasi, tidak akan ada bank yang mau masuk ke bisnis yang berisiko," kata Rudi.
Kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam akan berakhir pada 2017, dan idealnya pengelolaan kontrak diputuskan lima tahun sebelum kontrak berakhir. Saat ini PT Pertamina (Persero), Total E&P Indonesie, dan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur telah menyatakan minatnya untuk mengelola Blok Mahakam setelah 2017.
Namun pemerintah masih belum memutuskan siapa yang akan mengelola Blok Mahakam setelah kontrak Total dan Inpex berakhir. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik sempat menyatakan, menurut perhitungan, perusahaan nasional hanya mampu memiliki 40 persen saham di Blok Mahakam.
BERNADETTE CHRISTINA
Baca juga:
Soal Anas, Didi Irawadi dan Ulil Tak Lagi Kompak
Dewan: Gubernur Jangan Cuma Kelalang-keliling
Usai Rapimnas, Dukungan ke Anas Semakin Kuat
Menteri Suswono Dicecar KPK Soal Pertemuan Medan
ICW: Suswono Tinggal Menunggu Giliran