TEMPO.CO, Surabaya -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh meminta agar seluruh Dinas Pendidikan memperbolehkan siswi hamil mengikuti Ujian Nasional. Menurut dia, harus dibedakan antara pelanggaran yang sifatnya kriminalitas dan kasus siswi hamil.
Nuh mengatakan pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap anak. Karena itu, harus dipilah antara persoalan hamil dengan kriminalitas. Seorang siswa yang melanggar karena kriminal, seperti membunuh orang, harus mendapatkan sanksi tegas. Sedangkan untuk kasus hamil, perlu dilihat betul apakah jelas status suami-istri atau hamil di luar nikah. Tidak adil, kata Nuh, jika hanya siswi hamil yang dikeluarkan dari sekolah, sedangkan siswa yang menghamili tidak mendapatkan hukuman yang sama.
"Masak yang dikeluarkan hanya yang hamil, yang menghamili tidak. Kok, enak? Harus ditegakkan prinsip kedisiplinan," kata Nuh pada wartawan usai menghadiri Rapat Koordinasi Kesehatan Nasional di Empire Palace, Surabaya, Rabu, 3 April 2013.
Dinas Pendidikan dianjurkan untuk berpikir lebih tajam terkait persoalan ini. Perlu dibedakan pelanggaran yang bersifat kriminalitas dan menyimpang dari moral. Namun, mereka yang hamil pun tetap diperbolehkan mengikuti ujian dan bisa lulus. "Mereka (siswi hamil) bisa saja lulus. Kalau menyimpang dari kaidah moral itu lain lagi. Kalau pelanggaran kriminalitas, itu (menyangkut) moralitas," Nuh berujar.
Selain itu, berbeda dengan pendapat Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Harun--yang mengatakan pelaksanaan ujian siswi hamil harus tersendiri dan dipisah kelasnya sehingga tidak mengganggu murid lain--Nuh justru menganggap pemisahan tidak perlu dilakukan. Apalagi, jumlah kasus siswi hamil tidaklah banyak. Di Surabaya, misalnya, ada tujuh siswi hamil peserta Ujian Nasional tahun ini. Satu di antaranya sudah melahirkan.
Di lain pihak, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi berpendapat pemisahan boleh saja dilakukan. Akan tetapi, tetap harus diberikan konseling dan pendampingan psikososial yang tepat. Dengan demikian, mereka bisa melanjutkan kehidupan dengan baik tanpa dipengaruhi dengan nafsu seksual.
Meski begitu, Nafsiah lebih mengutamakan pencegahan kesempatan untuk berhubungan seksual. Pendidikan moral, agama, dan kesehatan reproduksi sebenarnya sudah diberikan di setiap sekolah. Pergaulan bebas ataupun hamil di luar nikah, menurut Nafsiah, terjadi karena tidak adanya ketahanan mental sehingga tidak bisa menguasai nafsu. "Itu yang diatur, dididik, di situlah fungsi pendidikan yang lebih penting," katanya di Empire Palace Surabaya.
Menghamili baru disebut kriminalitas jika pelakunya seorang guru. "Bagi saya itu yang disebut kriminal. Guru melindungi anak didik, bukan memperkosa atau menyalahgunakan," katanya.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Berita Lainnya:
Gara-gara Dahlan Iskan, Dirut RNI Diusir DPR
Penyerang LP Sleman Diduga Pakai Pistol Pasukan Elit
Gelagat Penembak di LP Cebongan Versi Dirjen Lapas
Presiden PKS Tahlilan di Makam Sunan Kalijaga
Polisi Memulung Gerak Penyerang LP Cebongan