Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jenderal Djaja Suparman Bantah Korupsi

image-gnews
Mantan Pangdam Brawijaya, Letjen  TNI (Purn) Djadja Suparman (tengah), bersama tim pengacaranya keluar dari ruang sidang dalam perkara tukar guling tanah di Pengadilan Tinggi Militer,  Jakarta (17/5). Sidang  lanjutan ini terkait dengan dugaan korupsi tukar guling lahan Kodam V/Brawijaya tahun 1998. ANTARA/Ujang Zaelani
Mantan Pangdam Brawijaya, Letjen TNI (Purn) Djadja Suparman (tengah), bersama tim pengacaranya keluar dari ruang sidang dalam perkara tukar guling tanah di Pengadilan Tinggi Militer, Jakarta (17/5). Sidang lanjutan ini terkait dengan dugaan korupsi tukar guling lahan Kodam V/Brawijaya tahun 1998. ANTARA/Ujang Zaelani
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Irjen Mabes TNI Letnan Jenderal (Purn) Djaja Suparman kini jadi terdakwa korupsi. Sejak lama kasus korupsi di lingkungan militer seperti sulit disentuh. Hasil persidangan atas mantan Pangdam Brawijaya yang juga pernah jadi Pangkostrad ini akan jadi tolok ukur apakah akuntabilitas keuangan TNI sudah menunjukkan indikasi perbaikan.

Kasus Djaja Suparman sendiri berawal pada 1998 silam. Ketika menjabat Pangdam Brawijaya, Jenderal Djaja Suparman menyetujui pembelian lahan 8,8 hektar milik Kodam oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada. Perusahaan itu hendak membangun jalan tol dari Waru, Sidoarjo ke Tanjung Perak, Surabaya. Djaja setuju melepas tanah negara itu senilai Rp 17,4 miliar. Anehnya, uang hasil pembelian itu tak pernah dia setorkan ke kas negara.

Pada persidangan perdana perkara ini, pada akhir April 2013 lalu, Jenderal Djaja hadir dengan seragam militer. Dia diadili di Mahkamah Militer Tinggi III Surabaya. Hakim dan jaksa dalam kasus Djaja ini juga jenderal. Oditur militer yang menangani perkara ini adalah Letnan Jenderal Sumartono, sementara majelis hakim diketuai Letnan Jenderal Hidayat Manao.

Dalam sidang, Djaja membantah semua dakwaan. "Saya tidak korupsi. Saya tidak mengerti dakwaan oditur, mengapa saya dinyatakan menggunakan uang ganti rugi untuk kepentingan pribadi," kata Djaja. Menurutnya, yang terjadi ketika itu adalah ruislag alias tukar guling. Duit dari PT Citra Marga pun berstatus hibah. Selain itu, Djaja mengeluh kalau haknya banyak dilanggar.

"Penyidikan kasus saya selesai 2009, tapi baru Juni 2011 dilimpahkan ke pengadilan. Hak asasi saya telah dilanggar," kata Djaja. Dia mengaku aktif menghubungi Mabes TNI agar kasusnya segera disidangkan agar segera ada kejelasan secara hukum. Djaja mengaku keluarganya terus-menerus ikut menanggung opini negatif karena dia dituding sebagai koruptor. "Sebelum saya dipanggil Allah, saya ingin nasib saya ada kejelasan," kata lulusan AKABRI 1972 yang kini berusia 66 tahun itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penasehat hukum Djaja dari Lembaga Bantuan Hukum Pancasila, Teguh Santoso, yang turut membacakan eksepsi menambahkan, hubungan kliennya dengan PT CNMP adalah hubungan privat. Karena itu, kata dia, perkara tersebut menjadi urusah hukum perdata dan disidangkan di pengadilan negeri. "Tidak ada uang negara yang dikorupsi, karena PT CNMP bukan BUMN atau BUMD," kata Teguh.

Teguh juga menilai dakwaan oditur militer kabur dan tidak cermat. Karena itu ia mendesak agar persidangan dihentikan. "Sidang harus dihentikan, karena klien saya tidak melanggar hukum," kata dia.

KUKUH S WIBOWO

Berita Terpopuler:
Kronologi Pemotongan 'Burung' oleh Gadis Bercadar 

Ditanya Soal Darin Mumtazah, Luthfi Melirik 

Gadis Bercadar Potong 'Burung' dengan Cutter 

Petinggi PKS Temui Din Syamsuddin 

Tiga Pelajar SMP Gagalkan Pemerkosaan oleh Tukang Ojek

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

16 Desember 2017

Ilustrasi TNI AD. Tempo/Suryo Wibowo
YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Julius Ibrani mengatakan reformasi sektor militer di Indonesia masih belum mencapai targetnya.


SB Tersangka Kasus Heli AW101, Puspom TNI: Penyidikan Transparan

5 Agustus 2017

Helikopter Agusta Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 9 Februari 2017. KASAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah membentuk tim investigasi untuk meneliti proses pengadaan helikopter tersebut. ANTARA/POOL/Widodo S. Jusuf
SB Tersangka Kasus Heli AW101, Puspom TNI: Penyidikan Transparan

Komandan PUSPOM TNI Mayor Jenderal Dodik Wijanarko memastikan pihaknya transparan dalam mengusut dugaan korupsi pengadaan heli AgustaWestland AW101


Bunuh Ajudannya, Dandim Lamongan Dipecat dan Dihukum 3 Tahun Penjara

28 Desember 2016

AP/Mehr News Agency, Hamideh Shafieeha
Bunuh Ajudannya, Dandim Lamongan Dipecat dan Dihukum 3 Tahun Penjara

Istri korban, Ida Sepdina, 32 tahun, menyatakan vonis itu terlalu ringan. "Tiga tahun penjara itu terlalu ringan untuk sebuah nyawa."


Bekas Anak Buah Brigjen Teddy Divonis 6 Tahun Penjara  

8 Desember 2016

Terdakwa Letnan Kolonel Rahmat Hermawan sedang berdiskusi dengan kuasanya hukumnya Kapten Sonny Oktavianus usai hakim Pengadilan Militer Jakarta memberikan hukuman pidana penjara enam tahun, 8 Desember 2016. Tempo/Hussein Abri
Bekas Anak Buah Brigjen Teddy Divonis 6 Tahun Penjara  

Letnan Kolonel Rahmat Hermawan bersalah karena terbukti menggelapkan pajak atas nama PT Mahardika senilai Rp 4,8 miliar.


Korupsi Alutsista, Brigjen Teddy Dihukum Seumur Hidup  

30 November 2016

TEMPO/Dasril Roszandi
Korupsi Alutsista, Brigjen Teddy Dihukum Seumur Hidup  

Brigjen Teddy Hernayadi dihukum seumur hidup dalam kasus korupsi pembelian alutsista senilai US$ 12 juta.


Kasus Dandim Aniaya Ajudan Hingga Tewas, 3 Tentara Divonis

27 Juni 2016

Dua terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap ajudan Dandim Lamongan, dalam persidangan di Pengadilan Militer Madiun. TEMPO/Nofika Dian Nugroho
Kasus Dandim Aniaya Ajudan Hingga Tewas, 3 Tentara Divonis

Dua pelaku lainnya sudah lebih dulu dihukum, sedangkan Letnan Kolonel Ade Rizal Muharam akan disidang di Pengadilan Militer Tinggi Surabaya.


Sidang Pembunuhan: Ajudan Dandim Dianiaya Lalu Digantung  

19 April 2016

Suasana sidang Mahkamah Militer terhadap kasus dugaan penganiayaan ajudan Dandim Lamongan hingga tewas. TEMPO/Nofika Dian Nugroho
Sidang Pembunuhan: Ajudan Dandim Dianiaya Lalu Digantung  

Persidangan di Pengadilan Militer III-13 Madiun hari ini

mendengarkan keterangan tiga orang saksi ahli.


Kementerian Pertahanan Usut Dugaan Korupsi Perwira TNI  

5 Maret 2016

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 10 Februari 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Kementerian Pertahanan Usut Dugaan Korupsi Perwira TNI  

Kasus tersebut masih ditangani Polisi Militer TNI Angkatan Darat.


Kopassus Penganiaya TNI AU Dipecat

3 Maret 2016

Ilustrasi. ku.ac.ke
Kopassus Penganiaya TNI AU Dipecat

Prajurit Satu Supriyadi dan Prajurit Satu Dedy Irawan menganiaya empat anggota TNI AU dan menyebabkan Sersan Mayor
Zulkifli tewas.


KPK Minta Akses untuk Audit Proyek Alutsista TNI

29 Agustus 2014

Pengunjung menaiki helikopter milik TNI dalam pameran Alusista di Kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (6/10). Tempo/Aditia Noviansyah
KPK Minta Akses untuk Audit Proyek Alutsista TNI

"Transparansi untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan seharusnya sudah jadi kewajiban dari elite TNI dan pemerintah sekarang."