TEMPO.CO, Jakarta--Sidang sengketa pengelolaan Blok A Pasar Tanah Abang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa 21 Mei 2013, hanya berlangsung singkat. Tak sampai 15 menit, hakim Donatus menutup kembali persidangan. Ia menyampaikan dua penyebab sidang harus ditunda. Pertama, hakim ketua yang menangani kasus tersebut, Suharjono, tidak bisa hadir karena sedang rapat di kantor Mahkamah Agung.
Kedua, majelis hakim meminta waktu tambahan untuk membahas kasus ini. "Saya minta waktu lebih lama, dua minggu, karena ada banyak hal yang harus dibahas. Atas nama majelis hakim, saya mohon maaf,” kata Donatus. Siang itu, sesuai dengan agenda, semestinya majelis hakim membacakan putusan. Sidang akan digelar kembali dua pekan kemudian.
Majalah Tempo Edisi Senin, 27 Mei 2013 menurunkan laporan soal Adu Kuat di Tenabang. Penundaan ini adalah yang kedua kali. Semula sidang pembacaan putusan direncanakan pada 6 Mei. Namun majelis hakim mengulur. "Kami belum siap. Kami tunda kasus ini dan digelar lagi tanggal 21 Mei depan,” ujar Suharjono saat itu. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur itu juga ketua majelis hakim dalam perkara kecelakaan lalu lintas dengan terdakwa putra Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Rasyid Rajasa.
Suharjono ketika itu menjelaskan, kasus sengketa Blok A antara PD Pasar Jaya dan PT Priamanaya Djan International ini cukup rumit. Pasar Jaya adalah perusahaan daerah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sedangkan Priamanaya Djan International adalah perusahaan properti milik pengusaha Djan Faridz--kini Menteri Perumahan Rakyat. (Baca juga: Kasus Blok A, Ahok Tak Gentar Hadapi Djan Faridz)
Priamanaya mendapatkan hak membangun kembali pasar yang pernah terbakar pada 2003 itu berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Nomor 1 Tahun 2003. Pokok perjanjian itu: Pasar Jaya menyiapkan lahan kosong seluas 8.900 meter persegi, sedangkan Priamanaya menyediakan pendanaan sekitar Rp 800 miliar.
Tapi keduanya pecah kongsi. Priamanaya lantas menggugat Pasar Jaya ke pengadilan, 12 Juli 2012. Pasar Jaya dinilai cedera janji alias wanprestasi karena menyetop kontrak sepihak. Priamanaya meminta hak pengelolaan Blok A sampai penjualan kios mencapai 95 persen selama jangka waktu 20 tahun. Sebaliknya, Pasar Jaya berkukuh tidak akan memperpanjang kontrak karena pasal-pasal perjanjian dinilai tidak adil, lebih menguntungkan Priamanaya.
Pasar Tanah Abang--pusat perkulakan tekstil terbesar se-Asia Tenggara--memang menggiurkan. Di Blok A saja, berdasarkan data tim inventarisasi Pasar Jaya, terdapat 7.995 unit kios. Tapi Priamanaya melaporkan cuma ada 7.842 unit. Blok A memiliki 15 lantai di atas tanah dan basement tiga lantai di bawah tanah. Di pasar ekstra-jumbo itu, pengelola memperoleh pendapatan dari pungutan service charge, parkir, listrik, air, dan telepon. Itu belum termasuk penerimaan dari sewa kios. Selengkapnya, baca Majalah Tempo.
RETNO SULISTYOWATI, AMANDRA MUSTIKA, AFRILIA SURYANIS, ANGGRITA DESYANI
Terhangat:
Darin Mumtazah & Luthfi | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | Menkeu Baru | PKS Vs KPK | Vitalia Sesha
Baca juga:
Ahok Janji Selamatkan Aset Pemda di Tanah Abang
Ini 32 Anggota DPRD DKI Interpelator Jokowi
Digugat Pencabulan, Korban Potong 'Burung' Melawan
Pelaku Potong 'Burung' Ajak Muhyi Menikah