TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah Indonesia dan Cina tengah menjajaki mutual recognition agreement (MRA) atau perjanjian saling pengakuan agar produk pertanian dari kedua negara lebih mudah diterima satu sama lain. Menteri Pertanian Suswono mengatakan akan ada empat produk pangan dari masing-masing negara yang diajukan dalam MRA ini.
"Cina mengusulkan bawang putih, apel, pir, dan citrus. Indonesia mengusulkan salak, manggis, alpukat dan sarang burung walet," kata Suswono ketika ditemui usai Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 3 Juni 2013.
Suswono mengatakan sarang burung walet menjadi salah satu produk ekspor yang diajukan dalam MRA karena bernilai tinggi. Menurut Suswono, ekspor sarang burung walet ke China bisa mencapai Rp 7 triliun per tahun.
"Selama ini (ekspor sarang burung walet) melalu Malaysia, produk kami diselundupkan masuk ke Malaysia, dari Malaysia ekspor ke Cina. Jadi Malaysia yang menikmati keuntungan. Kalau bisa langsung ekspor, ini sangat lumayan," katanya.
Suswono menambahkan dengan MRA kedua belah pihak, maka pembatasan pelabuhan impor hortikultura tak lagi berlaku untuk produk hortikultura asal Cina yang diajukan tersebut. "Kalau nanti sudah ada MRA, tentu saja memang kami memberikan kesempatan untuk bisa masuk ke Tanjung Priuk," kata Suswono.
Anggota Komisi IV dari Fraksi Golkar Hardisoesilo mengatakan rencana MRA dengan Cina ini justru bertentangan dengan pembatasan impor hortikultura yang ditetapkan pemerintah. Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 tahun 2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Buah Segara ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, sayur segar dan buah segar hanya bisa melalui Pelabuhan Laut Belawan, Medan, Pelabuhan Laut Tanjung Priok, Surabaya, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang dan Pelabuhan Laut Soekarno-Hata, Makassar.
"Padahal dulu tidak boleh lewat Tanjung Priuk supaya harga buah impor ini tidak terlalu murah dan buah lokal bisa muncul," kata Hardisoesilo dalam Rapat Kerja, Senin, 3 Juni 2013.
Suswono mengatakan meskipun dengan MRA produk hortikultura asal Cina bisa masuk lewat Tanjung Priok, tak berarti harga menjadi lebih murah dan menekan produk lokal. Alasan Suswono, produk yang dimasukkan dalam MRA harus memenuhi persyaratan ketat dan membutuhkan biaya tinggi untuk memenuhi syarat-syarat tersebut.
Wakil Ketua Komisi IV Ibnu Multazam mempertanyakan konsistensi pemerintah terkait pembatasan impor produk hortikultura. Namun Suswono mengatakan pihak Indonesia tidak bisa menolak permohonan MRA jika ada negara yang telah mengikuti prosedur pengajuan.
"Lagipula ini prosesnya masih lama, makan waktu hampir setahun karena perlu dilakukan verifikasi soal keamanan pangan," kata Suswono.
BERNADETTE CHRISTINA
Topik Terhangat:Penembakan Tito Kei | Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Ahmad Fathanah
BISNIS Terhangat
Berau Klaim Berhasil Tingkatkan Kinerja
Pekerja Pelabuhan Tanjung Mas Mogok
Pemerintah Minta Pelindo Tidak Monopoli