TEMPO.CO, Jakarta- Dewan Perwakilan Rakayat Daerah Khusus Ibukota Jakarta belum menyetujui kenaikan tarif angkutan umum meski harga solar dan premium bersubsidi sudah naik lebih dari dua pekan. Hingga Senin 8 Juli 2013, DPRD DKI masih belum menyepakati besaran tarif. Padahal Dinas Perhubungan telah menyerahkan draft usulan kenaikan tarif sejak dua pekan lalu.
"Kami pimpinan masih belum sepakat dengan beberapa hal," kata Ferrial setelah rapat pimpinan membahas kenaikan tarif di Gedung DPRD Jakarta pada Senin, 8 Juli 2013.
Menurut Ferrial, ada dua hal yang menjadi kendala kesepakatan. Keberatan pertama, pimpinan Dewan bingung dengan perhitungan kenaikan tarif usulan Dinas. Dewan perlu mempelajari lebih dalam perhitungan, seperti alasan kenaikan tarif pada bus ukuran sedang dengan mikrolet sama.
Dalam perhitungan Dinas, tarif bus kecil naik dari Rp 2.500 menjadi Rp 3.000, dan bus sedang naik dari Rp 2.000 menjadi Rp. 3.000. "Sama-sama menjadi Rp 3.000 padahal biasanya bus berukuran sedang lebih mahal," kata dia.
Pemberian insentif menjadi kendala yang masih belum disepakati pimpinan Dewan. Menurut Ferrial, pemberian suntikan tersebut tidak perlu. "Karena bisa menyumbang pendapatan daerah dari sektor retribusi," kata dia.
Dalam usulan pemerintah ada penghapusan tiga biaya retribusi yaitu uji kir, retribusi sarana emplasemen terminal, dan retribusi untuk izin trayek. Tetapi, Ferrial menilai kenaikan tarif tidak ada hubungannya dengan retribusi.
Para pimpinan Kebon Sirih menilai pengusaha yang akan diuntungkan jika tarif dinaikan dan retribusi dihilangkan. "Artinya hitung-hitungan kenaikan sampai 40 persen terlalu besar," katanya.
Politisi Partai Demokrat ini membantah jika dewan dianggap menghambat. "Pembahasan kenaikan tarif yang lalu pun sampai dua bulan," ujarnya. Dia mengatakan dewan butuh dua hari untuk membahas soal kenaikan tarif ini.
Sementara itu, sekalipun dewan belum mengetuk kepastian kenaikan tarif, tarif beberapa jenis angkutan sudah mulai dirasakan oleh pengguna jasa transportasi umum di ibukota. Sebagai contoh untuk bus berukuran sedang seperti Kopaja dan Metromini, naik 25 persen dari Rp 2.000 menjadi Rp 2.500.
Untuk yang berukuran minibus seperti mikrolet kenaikannya kurang lebih sama. Sedang untuk bus ukuran sedang dan besar ber-AC belum mengalami kenaikan. "Ini saja kami masih nombok karena kenaikan harga premiumnya cukup tinggi," kata seorang kenek yang ditemui Tempo di Kopaja 502 yang melintas di depan Kebon Sirih.
SYAILENDRA
Topik Terhangat
Karya Penemu Muda | Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | Bencana Aceh
Berita Lain:
Eggi Sudjana Lolos Calon Gubernur Jawa Timur
Tiru Jokowi, Calon Gubernur PDIP Blusukan ke Pasar
Inilah 21 Negara Tempat Snowden Meminta Suaka