TEMPO.CO, Jakarta - Makhakamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali terpidana korupsi Sudjiono Timan. Sebelumnya ia telah divonis 15 tahun kurungan penjara oleh MA pada 2004 lalu karena terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp 369 miliar.
“Permohonan PK terhadap putusan kasasi di Pengadilan Negeri ontslaag, bukan suatu tindak pidana, sehingga bebas,” kata Ketua Majelis Hakim Suhadi, saat dihubungi Tempo hari ini, Kamis 22 Agustus 2013.
Suhadi menyatakan bahwa Peninjauan Kembali ini diajukan oleh Istri Sudjiono Timan sebagai ahli warisnya, padahal Sudjiono sendiri statusnya masih buron. “Yang mengajukan PK adalah istri sekaligus ahli waris. Menurut undang-undang ahli waris boleh mengajukan PK dan tidak perlu menunggu terdakwa sampai meinggal dunia,” katanya.
Menurut Suhadi, ada tiga poin yang menjadi dasar pertimbangan PK Sudjiono dikabulkan. Yang pertama telah terjadi kekeliruan dalam pengutipan amar putusan. Pasal yang dimuat adalah Pasal 2 Ayat 1 No. 3 tahun 1971 mengenai perbuatan perbuatan hukum secara materil. Namun yang dikutip ternyata isi dari Pasal 2 Ayat 31 tahun 1999, padahal ini tidak didakwakan.
Kedua, mengenai perbuatan melawan hukum secara materil dalam fungsi positif (Pasal 2 Ayat 1 No. 3 tahun 1971) telah dilakukan Judicial Review pada 2006, dengan putusan bernomor 003/PUU/dasarIV-2006. Sehingga dengan demikian pasal tersebut kini sudah tidak berlaku lagi di Mahkamah Agung.
Ketiga, dari tiga kasasi yang diajukan, hanya satu yang terbukti yaitu perbuatan melawan hukum. Sedangkan masalah memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan negara belum bisa dibuktikan. Karena uang yang dikeluarkan oleh Sudjiono kepada perusahaan-perusahaan pada saat itu berupa uang pinjaman yang dapat dikembalikan kembali.
Menurut Suhadi, dari keterangan saksi persidangan, peminjaman uang Rp 369 miliar kepada beberapa perusahaan tersebut memang sudah menjadi tugas terdakwa yang pada saat itu menjabat sebagai mantan Dirut PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia. Pada tahun 1993, 1994, 1995, 1996, dan 1997 perusahaan itu sempat menerima keuntungan. Namun pada 1998 saat krisis moneter sedang melanda Indonesia, perusahaan-perusahaan tersebut merugi dan dari sinilah hasil tindakan penyidikan dinyatakan telah melakukan tindak pidana korupsi.
FAJAR AKBAR
Terhangat:
Sisca Yofie |Suap SKK Migas | Penembakan Polisi | Pilkada Jatim
Berita Terpopuler:
Rachmawati: SBY Tak Punya Etika Politik
Soal Tes Keperawanan, Ini Jawaban HM Rasyid
KPK: Djoko Susilo Cuma Bisa Jadi Ketua RT
Jenderal Moeldoko: Saya Bukan Ahli Surga
Dahlan Iskan: Untung SBY Tak Seperti Mursi