TEMPO.CO, Jakarta--Empat terdakwa anak kasus pembunuhan seorang pemuda di Cipulir, Kebayoran Lama, divonis 3-4 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keempatnya dianggap terbukti melanggar pasal 338 juncto 55 ayat 1 tentang pembunuhan.
Empat orang terdakwa, AG, 14 tahun, MF, 13 tahun, BF, 16 tahun, dan FP, 16 tahun dianggap hakim bersalah menghilangkan nyawa Dicky Maulana, 16 tahun. Mereka dianggap memiliki perannya masing-masing dalam pembunuhan yang melibatkan enam orang tersebut.
Kubu pengacara empat terdakwa anak tersebut protes atas putusan itu. "Hakim hanya mendasarkan pada BAP kepolisan yang cacat hukum," ujar pengacara Nelson Simamora, Selasa, 1 Oktober 2013. Selain itu, kala membacakan putusan, hakim Suhartono tak bersuara lantang.
"Kami jadi tak jelas apa saja yang menjadi pertimbangan hukumnya," ujar ia. Selain itu, pihak pengacara tidak dimintai tanggapan usai vonis dibacakan untuk membanding, menerima, atau berpikir soal putusan itu.
"Kami akan pikir-pikir soal ini, tapi kemungkinan besar banding," ujarnya. Ia mengatakan akan terlebih dulu mempelajari salinan putusan yang dibaca hakim sore tadi. Namun ia khawatir salinan putusan akan telat diberikan pada pihaknya. "Dari kasus kemarin, putusan sela saja sampai sekarang belum kami terima," ujar ia. Padahal tim kuasa hukum hanya punya tujuh hari jika ingin membanding kasus tersebut.
Salah seorang dari tiga hakim, Suhartono menolak memberi komentar terkait putusan yang diberikannya. Sementara jaksa juga masih akan berpikir-pikir terhadap vonis yang lebih rendah dari tuntutannya tersebut. "Kami masih pikir-pikir," ujar JPU Andri Mudjiono.
Kemarin, keempat terdakwa ini divonis 5-7 tahun penjara oleh jaksa. Mereka dianggap terbukti melakukan pidana sesuai dakwaan primer pasal 338 jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
FP dituntut tujuh tahun penjara. Ia dianggap berperan membacok korban di wajah sehingga menimbulkan luka sayat di pipi. MF dituntut enam tahun penjara karena memukul korban dengan balok.
Dua terdakwa lain AP dan BF dituntut lima tahun penjara karena dianggap turut memukuli korban dengan tangan kosong. Korban tewas akibat luka tusuk di leher dan perut, diduga dilakukan dua terdakwa lain yang disidang terpisah, Nurdin dan Andro.
Keempat orang ini dianggap Lembaga Bantuan Hukum Jakarta hanya korban salah tangkap polisi. Keempatnya bersama Nurdin dan Andro menemukan tubuh Dicky di tempat biasa mereka nongkrong, Minggu, 30 Juni 2013. Dicky tewas tak berapa lama kemudian, sehingga salah seorang di antaranya melapor pada satuan pengamanan di Pasar Cipulir.
Polisi langsung mengamankan lokasi. Sepuluh orang dipanggil satu per satu ke Unit V Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan sebagai saksi. "Tau-taunya kami dipaksa ngaku, terus kami disiksa sampai kami ngaku," ujar salah satu terdakwa, Andro kepada Tempo. Ia menyatakan bersama kelima kawannya tak bersalah dalam kasus ini. Sebab mereka sedang berada di Parung ketika Dicky dikeroyok hingga sekarat oleh pelaku sebenarnya.
M. ANDI PERDANA
Terhangat
Edsus LEKRA | Senjata Penembak Polisi | Mobil Murah
Baca juga:
Lobi Meja Makan ala Jokowi Dipuji
AC Pesawat Mati? Ini Kata Dirut Lion Air
Diminta Tak Tergiur Jadi Capres, Jokowi: Apa?
Ahok: Menperin Jangan Sampai Bohongi Menkeu