TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Pengembangan Peringatan Kesehatan di Kemasan Rokok, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Widyastuti Soerojo mengatakan, pemerintah hingga kini belum serius mempersiapkan ratifikasi konvensi internasional tentang pengendalian tembakau (FCTC). Pemerintah dinilai tak berani mengambil sikap tegas dalam mengatur peredaran rokok di masyarakat.
"Pemerintah bukan tak tahu, tapi tak berani dan tak ada kemauan politik untuk memutuskan apakah berpihak pada masyarakat atau kepentingan kapitalis," kata Widyastuti dalam workshop bertajuk FCTC dan Ketahanan Bangsa di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin, 21 Oktober 2013. (Baca: Indonesia Belum Ratifikasi Konvensi Tembakau | nasional | )
Menurut Widyatusti, selama ini pemerintah masih gamang bahwa ratifikasi FCTC akan mematikan industri rokok dalam negeri dan merugikan petani tembakau. Padahal, kata dia, alasan ratifikasi FCTC akan merugikan petani dan buruh tak terbukti. Berdasarkan data badan pangan dunia (FAO) produksi tembakau di negara-negara yang sudah meratifikasi FCTC tidak mengalami penurunan.
Dia mencontohkan, produksi tembakau di Cina naik dari 38 persen pada 2002 menjadi 42,8 persen pada 2010 dari total produksi dunia. FAO mencatat produksi daun tembakau Cina mencapai 2.8 juta ton.(Baca : Survei: Perokok pun Setuju Pembatasan Rokok | nasional | Tempo.co)
Demikian pula di Brasil, produksi tembakau naik dari 10,3 persen menjadi 10,9 persen, dan di India naik dari 9,1 persen menjadi 10,6 persen. "Artinya tak benar bahwa ratifikasi akan mematikan petani tembakau. Itu hanya alasan yang sengaja dimunculkan, mengingkari FCTC atas alasan politik."
Widyastuti mengatakan, sebagai negara yang turut mendorong lahirnya pengendalian tembakau sejak digagas pada 1999, sudah saatnya pemerintah Indonesia ikut meratifikasi FCTC.
Ratifikasi akan memberi jaminan bebas dari bahaya rokok kepada setiap anak dan pelajar. Apalagi saat ini berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2008, Indonesia merupakan negara ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia.
IRA GUSLINA SUFA
Berita Terpopuler
Perbedaan Cina dan China Versi Remy Sylado
Airin Menyewa Hotel Selama di Harvard
Kamar Digeledah, Gayus: Bongkar Saja Pak!
Sel Dirazia, Nazaruddin: Ini Guantanamo Indonesia
Soal Subur 'Diculik', Rahmad Salahkan Kepala BIN