TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri mengatakan pemerintah dalam periode Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 akan fokus pada stabilisasi ekonomi. Dengan demikian, asumsi makro dibuat lebih realistis.
“APBN 2014 tidak mendorong growth. Karena kalau push growth, fundamental tidak terjaga,” kata Chatib dalam konferensi pers APBN 2014 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2013.
Menurut Chatib, ada dua isu yang akan menghantui perekonomian Indonesia. Pertama, faktor eksternal dengan rencana kebijakan tappering off yang akan dilakukan bank sentral Amerika Serikat. “Tapi tidak tahu persisnya kapan. Ini membuat kelegaan kepada market terhadap tekanan di pasar keuangan,” katanya.
Kedua, faktor internal terkait defisit transaksi berjalan. Pemerintah dan Bank Indonesia sudah melakukan langkah untuk menekan defisit transaksi berjalan dengan memperketat kebijakan moneter dan fiskal. “Moneter dengan kenaikan BI rate dan fiskal dengan memperkecil defisitnya dari 2,38 persen pada 2013 menjadi 1,69 persen pada 2014,” kata Chatib.
Dengan kebijakan pengetatan fiskal, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 dikoreksi menjadi 6 persen dari usulan awal 6,4 persen. Chatib mengatakan, meskipun range pertumbuhan ekonomi dipatok 5,5 hingga 6 persen, tapi di antara negara-negara anggota G 20 Indonesia masih menempati posisi negara kedua dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi. “Kami melihat ruang penurunan growth masih relatif banyak. Tapi tidak banyak ruang dalam kestabilan keuangan,” katanya.
Pada Jumat pekan lalu, DPR mengesahkan Undang-Undang APBN 2014. Dalam undang-undang ini, penerimaan negara ditetapkan Rp 1.667,14 triliun. Pemasukan tersebut terdiri atas pendapatan dalam negeri Rp 1.665,78 triliun dan penerimaan hibah Rp 1,36 triliun. Sumber domestik berupa pajak Rp 1.280,39 triliun dan bukan pajak Rp 385,39 triliun.
Adapun belanja negara disepakati Rp 1.842,49 triliun atau naik 6,7 persen dari APBN 2013 sebesar Rp 1.726,19 triliun. Dari jumlah itu, belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.249,94 triliun dan transfer ke daerah Rp 592,55 triliun.
Sementara inflasi dipatok 5,5 persen, nilai tukar Rp 10.500 per US$, dan tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen. Adapun harga minyak/ICP dipatok US$ 105 per barel. Untuk lifting minyak ditargetkan 870 ribu barel per hari dan lifting gas 1.240 ribu barel setara minyak per hari.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita Terpopuler:
Ini Agenda Aksi FPI Menolak Lurah Susan
Tanah Ahli Waris Adam Malik Dijual Rp 350 Miliar
FPI Akan Demo Jokowi Soal Lurah Susan
Jokowi Kejar-kejar Pelari Kenya
Tak Hanya Susan, FPI Juga Bidik Lurah Grace