TEMPO.CO, Jakarta - Pandangan fraksi koalisi di Komisi Hukum dan HAM Dewan Perwakilan Rakyat terbelah mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi.
Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Amanat Nasional sepenuhnya menerima peraturan itu. Sedangkan Partai Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Keadilan Sejahtera perlu membahas lagi di internal fraksi karena masih ada pasal yang dipermasalahkan.
"Partai Demokrat memberikan persetujuan atas Perppu tersebut karena memang wewenang Presiden," kata politikus Demokrat, Edi Ramli Sitanggang, di rapat kerja bersama Menteri Hukum dan HAM, Selasa, 26 November 2013. Dia beralasan, tertangkapnya Ketua Mahkamah saat itu, Akil Mochtar, memang membuat wewenang lembaga itu runtuh dan menimbulkan keadaan genting.
Anggota Komisi Partai Amanat Nasional, Taslim Chaniago, mengatakan menerima substansi Perppu tentang MK. Dia mengatakan, peraturan tersebut layak menjadi pengganti undang-undang.
Anggota Komisi dari Golkar, Andi Rio Idris Padjalangi, mengatakan substansi Perppu bias, terutama alasan dikeluarkan Perppu karena tertangkapnya hakim konstitusi. Harusnya, kata dia, Perppu membahas mengenai kekosongan jabatan. Dia juga menuturkan, Presiden tak berhak membuat Perppu untuk mengurangi wewenang.
Sedangkan Nasir Jamil dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mempertanyakan mengenai munculnya dua versi Perppu. Sama dengan Golkar, PKS meminta waktu untuk membahas di rapat internal fraksi sebelum memutuskan menerima atau menolak.
Dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan yang ada di Komisi Hukum, Ahmad Kurdi Moekri, mengatakan masih tak sepakat dengan pandangan kegentingan yang disampaikan oleh pemerintah. Menurut dia, ketua lembaga yang melakukan korupsi tak membuat kondisi negara dalam keadaan genting.
Karena masih ada pasal yang bermasalah, PPP akan melakukan pembahasan di internal. "Karena satu koalisi kami akan bahas dulu, tapi kemungkinan besar kami akan menolak Perppu ini menjadi Undang-Undang," ujar Kurdi. Sementara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tak hadir di rapat tersebut.
Sedangkan partai oposisi, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Gerakan Indonesia Raya, dan Hati Nurani Rakyat, menolak Perppu tersebut. Sugianto dari PDI Perjuangan, Syarifuddin Suding dari Hanura, Desmond Junaidi Mahesa dari Gerindra yang menjadi juru bicara mengatakan bahwa ada pasal yang ditolak terutama alasan kegentingan. Berbeda dengan rancangan undang-undang yang harus melewati pembahasan, substansi Perppu harus diterima atau ditolak sepenuhnya.
Ketua Komisi Hukum dan HAM DPR, Pieter C Zulkifli Simabuea, mengatakan empat partai yang belum menyampaikan pendapatnya diberi waktu maksimal 20 Desember 2013. Golkar, PPP, PKB, dan PKS harus segera memberikan pandangan menerima atau menolak. "Setelah adanya pandangan, akan langsung diputuskan di Komisi Hukum, dan setelah itu dibawa di rapat paripurna," kata Pieter.
SUNDARI
Topik terhangat:
Penyadapan Australia | Dokter Mogok | Penerobos Busway | Jokowi Nyapres
Berita terpopuler lainnya:
Ruhut Tantang Jokowi Berdebat
Tommy Soeharto Bantah Terima Suap dari Rolls-Royce
Tiga Skenario PDIP Agar Jokowi Jadi Presiden
Bos PT Wika Dimakamkan di Pekuburan Rp 2,6 M
Besok, Dokter Kandungan Se-Indonesia Mogok