TEMPO.CO, Jakarta - Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antar-Lembaga Reydonnyzar Moenek mengatakan proses pemilihan kepala daerah secara langsung memakan banyak biaya dan pelaksanaaannya berlarut-larut. Karena itu, lebih efektif jika kepala daerah dipilih oleh DPRD.
"Berdasarkan data yang dihimpun kementerian dalam negeri, persentase biaya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di provinsi dan kabupaten/kota berkisar 0,5-5 persen dari total APBD," ujar Donny--sapaan Reydonnyzar--saat membuka rapat pimpinan kabupaten di Jakarta, Kamis, 19 Desember 2013.
Menurut dia, jika dana tersebut dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, tentu akan lebih berguna bagi rakyat banyak. Pemilihan juga dianggap berlarut-larut, apalagi jika pilkada dilakukan lebih dari satu putaran, bahkan jika harus dilakukan Pilkada ulang. "Hal ini berpotensi menyebabkan orang apatis politik," kata dia.
BIaya politik yang harus dikeluarkan dalam pilkada sangat tinggi. Setidaknya, kata Donny, ada lima pos pembiayaan yang harus dibiayai, yakni biaya mahar partai politik, biaya untuk menggerakkan mesin partai dan tim pemenangan, biaya saksi di TPS, biaya kampanye, dan biaya penyelesaian. "Untuk itu, banyak kepala daerah yang tersandera modal politik," kata Donny.
Itulah alasan Kemendagri mengusulkan agar pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. "Memang penuh kontroversi dan sering dikatakan kemunduran demokrasi," ujar dia. Namun, menurut dia, jika berkaca pada sila ke-4 Pancasila dan konstitusi, maka hal tersebut tetap relevan.
TIKA PRIMANDARI
Terpopuler
Ratu Atut Pernah Minta Rano Mundur
Pendekar Berbaju Hitam Datangi Rumah Atut
Atut Tersangka, Keluarga Menangis dan Berkabung
Jadi Tersangka, Atut Dikabarkan Terus Menangis