TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Tembaga Emas Indonesia menolak keputusan pemerintah untuk menerapkan bea keluar progresif untuk ekspor tembaga hingga 2016. Ketua Asosiasi Tembaga Emas Indonesia Natsir Mansyur menilai keputusan pemerintah itu tidak inovatif dan keliru. “Jangan sampai APBN defisit, dan pengusaha tambang sebagai kontributor APBN dan APBD menjadi korban kebijakan Menteri Keuangan,” kata Natsir di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2014. (Baca juga : Alasan 66 Perusahaan Diizinkan Ekspor Mineral)
Natsir menilai penetapan bea keluar secara sepihak oleh Menteri Keuangan tidak tepat. Semestinya, pemerintah tetap melibatkan pengusaha tambang tembaga, asosiasi, dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Ia berpendapat, ekspor konsentrat dengan kadar minimum 15 persen sudah menggunakan biaya produksi dan investasi yang besar. “Konsentrat yang diolah kadar minimumnya 15 persen berarti sudah ada nilai tambah dari 0,5-15 persen sebesar 30 persen. Ini kan sudah melalui proses industri yang sudah tentu menggunakan biaya produksi dan investasi,” ujarnya.
Baca Juga:
Penetapan bea keluar, kata dia, jangan sampai merusak bisnis mineral tembaga. “PHK terjadi, ekonomi daerah tidak jalan, bisnis penambang tutup, ini kan bisa merusak bisnis tambang ke depan,” ujarnya. (Baca juga: Peraturan Bea Keluar Progresif Turunkan Defisit)
Sebelumnya, Asosiasi Tembaga Emas Indonesia menilai keputusan pemerintah sudah tepat dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian. Namun, dia berharap penetapan bea keluar ini bisa dibicarakan dengan pihak-pihak terkait. (Baca juga: Cara Menteri Chatib Tekan Ekspor Mineral Mentah)
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2014 menetapkan bea keluar progresif hingga 60 persen selama tiga tahun untuk membatasi ekspor konsentrat tembaga. Bea keluar akan diatur secara bertahap meningkat, sebesar 25 persen pada 2014, 35-40 persen pada 2015, dan 50-60 persen pada 2016.
AYU PRIMA SANDI
Terpopuler :
6 Proyek Banjir Ini Bisa Ringankan Kerja Jokowi
Dana Sodetan Banjir Jakarta Rp 500 Miliar
Rupiah Berpeluang Terus Menguat
Pabrik Kedua Honda Telan Rp 3,1 Triliun
Cuaca Ekstrem, Maklumat Pelayaran Dikeluarkan