TEMPO.CO, Washington - Amerika Serikat menyerang balik Benyamin Netanyahu, Ahad 2 Februari 2014, setelah perdana menteri Israel itu memperingatkan bahwa seruan boikot Israel untuk menekan negara ini terkait isu pemukiman di wilayah pendudukan Palestina adalah "tidak bermoral, tidak bisa dibenarkan" dan tidak akan berhasil.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menegur Netanyahu karena keliru menafsirkan kata-kata yang disampaikan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dalam sebuah konferensi keamanan di Munich, Jerman, Sabtu 1 Februari 2014. Dalam acara itu, Kerry mengatakan bahwa tersandungnya pembicaraan perdamaian Israel-Palestina hanya akan memicu kritik terhadap Israel, dan mendorong boikot terhadap produk dan lembaga-lembaga Israel dalam kampanye untuk mengisolasi dan menekannya agar mengakhiri pendudukannya di Tepi Barat. (baca: Pernyataan Boikot John Kery Picu Kemarahan Israel)
Berbicara pada catatan pada awal sidang kabinet mingguan , perdana menteri Israel mengatakan bahwa gerakan boikot internasional yang terus berkembang hanya akan "mendorong perdamaian lebih jauh" karena membuat Palestina akan tetap dengan sikap. "Tidak ada tekanan akan memaksa saya untuk menyerah kepentingan vital negara Israel, di atas masalah keamanan warga Israel , " kata Netanyahu .
Jurubicara AS juru bicara departemen pernyataan , Jen Psaki , mencatat bahwa Kerry telah mengacu pada tindakan orang lain dan AS tegas menentang boikot. "Menlu Kerry selalu memperkirakan ada penentangan dan menghadapi masa-masa sulit dalam proses, tetapi ia juga mengharapkan semua pihak untuk secara akurat menggambarkan dan merekam pernyataannya," kata Psaki.
Perang pernyataan ini menunjukkan tanda kian kerasnya perselisihan dua negara dalam soal soal perundingan damai. Dua minggu lalu, Menteri Pertahanan Israel, Moshe Yaalon, menaikkan suhu politik dengan menyebut Kerry sebagai "obsesif dan mesianis" terkait upayanya mengejar kesepakatan damai. Tzipi Livni, kepala juru runding Israel, mengatakan bahwa John Kerry hanya "menyatakan keprihatinan" bagi masa depan Israel.
Pemerintah koalisi Netanyahu memang sudah mendengar alarm makin keras dari ancaman boikot dunia internasional. Dalam sepekan terakhir, bank Denmark mengumumkan akan memutuskan hubungan dengan Bank Hapoalim, bank terbesar Israel, karena pembiayaannya atas pembangunan permukiman di sepanjang perbatasan tahun 1967 yang dianggap melanggar hukum internasional. Tekanan juga menguat di Uni Eropa untuk menghukum Israel terkait kegiatan pemukiman di daerah pendudukan.
Pidato Netanyahu di depan kabinet itu memang lebih ringan dibandingkan dengan rekan-rekan kabinet lainnya. Yuval Steinitz , menteri intelijen dan anggota partai Likud menyebut komentar John Kerry itu "ofensif, tidak adil, dan tak bisa diterima" dan mengeluh bahwa Israel tidak bisa bernegosiasi "dengan pistol yang diarahkan ke kepalanya."
Menteri Ekonomi Israel, Naftali Bennett juga tak kalah keras menanggapi John Kerry. "Kami berharap teman-teman kami di seluruh dunia untuk berdiri di samping kami, terhadap upaya boikot antisemitisme yang menargetkan Israel, dan tidak menjadi penguat (pernyataan) mereka."
Ketegangan ini terjadi di tengah upaya Amerika Serikat untuk memediasi perundingan damai Israel-Palestina, yang mandek tahun 2010. Perundingan yang ditengahi AS dimulai Juli tahun lalu dan kemajuannya kurang menggembirakan. Menjelang tenggat yang kini dekat, April 2014, Kerry yang direncanakan akan ke kawasan itu beberapa pekan ini dapat mengusulkan "kerangka" perjanjian damai dalam beberapa minggu ke depan.
GUARDIAN | WASHINGTON POST | ABDUL MANAN
Berita Lainnya:
Mobil VW Keluarga Ini 'Ditelan' Halaman Rumahnya
Tiga Ledakan Guncang Ibu Kota Yaman, Sanaa
Sejarah Penjara Rahasia CIA di Polandia
Gedung Putih Bungkam Soal Penjara CIA di Polandia
Opsi Soal Afganistan Pengaruhi Operasi Drone AS
Hutan Cina Terbakar, 200 Damkar Diterjunkan
KPU: Pencoblosan di 42 Konstituensi Terganggu
Hadiah Rp 1,2 Miliar untuk Penemu Biola Hilang