TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas mata uang regional siang ini bergerak menguat, merespons data manufaktur Amerika Serikat (AS) yang mengalami perlambatan. Data negatif tersebut disinyalir membuat nilai tukar dolar tertekan hingga menyebabkan mata uang regional berbalik arah menguat.
Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan setiap pelemahan data manufaktur AS akan berdampak langsung terhadap nilai mata uang dolar. Selain menunjukkan penurunan aktivitas produksi pabrik, pelemahan juga bermakna potensi perlambatan aktivitas perekonomian. (Baca juga: Rupiah Diprediksi Tembus Rp 11.400 Usai Pemilu)
Data manufaktur bulan Januari, pada level 51,3, merupakan angka terlemah dalam kurun waktu tujuh bulan terakhir. “Rilis negatif data manufaktur AS tersebut menekan dolar,” ujarnya saat dihubungi Tempo, 4 Februari 2014.
Tentu saja, nilai tukar rupiah yang sedang mendapat sentimen positif dari data surplus neraca perdagangan juga mendapat efek positif pelemahan dolar. Pada pukul 12.30 WIB, rupiah menguat 28 poin (0,23 persen) ke level Rp 12.212 per dolar AS. “Pelaku pasar sepertinya memanfaatkan momentum pelemahan dolar,” Ariston menambahkan. (Lihat juga: Hari Ini, Rupiah Masih Akan Melemah)
Pada waktu bersamaan, kurs regional terlihat masih terus menguat. Dolar Singapura memimpin penguatan ke level 1,2707 per dolar. Hanya yen dan rupee yang melemah terhadap dolar, masing-masing ke level 101,18 per dolar dan 62,64 per dolar.
MEGEL JEKSON (PDAT)
Terpopuler:
Ini Sejarah Jatuh-Bangun Bisnis Penerbangan
Merpati Stop Terbang, Penumpang Batal Travelling
Rupiah Diprediksi Tembus Rp 11.400 Usai Pemilu
Belum Ada Perusahaan yang Bisa Ekspor Tambang
Banjir, Harga Sayuran di Semarang Malah Turun