TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan indeks manufaktur Amerika Serikat (AS) pada bulan Februari ke level 53,2 melengkapi momentum berakhirnya sentimen pelemahan dolar. Pasalnya, krisis politik yang sedang terjadi di Ukraina sebelumnya telah mendorong meningkatnya permintaan dolar. Tak ayal, nilai tukar rupiah pada siang ini pun bergerak melemah 30 poin (0,26 persen) ke level Rp 11.622. (Baca juga: Minim Sentimen, IHSG Turun Tipis)
Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, mengatakan ketegangan politik yang berpotensi menjadi perang di semenanjung Crimea (Ukraina) berhasil membuat dolar sekaligus harga minyak dunia mengalami kenaikan. Pelaku pasar yang berupaya mengantipasi hal tersebut akhirnya beramai-ramai mengalihkan aset investasinya ke instrumen, berlindung pada nilai yang lebih aman (safe haven) seperti dolar dan yen.
“Meskipun data ekonomi AS masih belum sesuai harapan, mobilisasi militer Rusia di Crimea membuat permintaan dolar justru naik tajam,” kata Rangga dalam analisis hariannya. (Lihat juga: Redam Inflasi, BI Rate Diprediksi Naik 0,25 Persen)
Di sisi lain, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh neraca perdagangan Januari yang mengalami defisit sebesar US$ 430,6 juta. Meningkatnya angka defisit tersebut disinyalir diakibatkan penurunan ekspor komoditas mineral dan pertambangan (minerba), imbas diterbitkannya aturan pelarangan ekspor produk minerba mentah.
Hingga pukul 13.30 WIB, mata uang dolar tampak menguat terhadap sebagian kurs regional. Yen melemah 0,45 persen ke level 101,91 per dolar, disusul Won yang melorot 0,31 persen ke level 1.073,5 per dolar.
MEGEL JEKSON (PDAT)
Terpopuler :
OJK Tolak Buka Data Nasabah Bank untuk Pajak
MUI Diduga Monopoli Label Halal
Jawa Timur Belum Mampu Kendalikan Harga Daging
Jelang Pemilu, Omzet Biro Iklan Naik 700 Persen