TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan menargetkan pengurangan ketergantungan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2015. "APBN harus nol, tapi bertahap," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis I OJK Lucky Fathul Azis Hadibrata dalam diskusi di gedung Dewan Pers Indonesia, Senin, 17 Maret 2014.
Ia menjelaskan, OJK memerlukan dana besar untuk kegiatan operasional. Tahun ini alokasi anggaran untuk OJK tahun ini mencapai Rp 2,4 triliun, atau naik dibanding tahun lalu yang mencapai Rp 1,7 triliun.
Tapi karena OJK harus mengawasi sejumlah lembaga keuangan mikro, kata Lucky, anggaran yang dikeluarkan akan lebih besar. Meski begitu, ia melanjutkan, OJK tidak meminta pembayaran dari lembaga tersebut.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, OJK menerapkan pungutan 0,03 persen bagi industri jasa keuangan. Salah satu pungutan ini yakni menekan ketergantungan pada APBN. Namun nilai pungutan yang diperkirakan mencapai Rp 1,67 triliun itu belum cukup untuk membiayai kegiatan operasional OJK dalam mengawasi industri jasa keuangan.
Adapun Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menyatakan keberatan dengan adanya kebijakan pengenaan pungutan kepada pelaku jasa keuangan yang diterapkan OJK. "Kami tidak setuju karena bersifat ganda, berdasarkan aset dan pendapatan," ujar Ketua Umum APEI Lily Widjaja.
Pasalnya, menurut dia, perusahaan efek sudah dikenai pungutan transaksi saham dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Pungutan tambahan dari OJK ini dinilai akan menyulitkan perusahaan efek yang pendapatannya yang masih di bawah industri jasa keuangan lain.
MARIA YUNIAR
Berita Terpopuler
Sindir Megawati, Prabowo: Kalau Manusia...
Siapa yang Berkomunikasi Terakhir di Kokpit MH370?
Disindir Ruhut, Jokowi: Sudah Beribu Kali Diejek
Malaysia Airlines 'Kucing-kucingan' Hindari Radar