TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengakui bahwa pemberlakuan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) tak terlalu berkontribusi atas nilai total penerimaan negara dari pajak. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan pungutan tersebut lebih dilandasi alasan keadilan terhadap masyarakat pembayar pajak.
"Orang-orang yang menggunakan mobil mewah itu mesti besar pajaknya, supaya adil," ujar Fuad di Gedung Bank Rakyat Indonesia, Jakarta, Senin, 24 Maret 2014. Namun, dia mengakui belum dapat menghitung berapa potensi penerimaan negara yang bakal terdongkrak seiring dengan kenaikan PPnBM tersebut.
Mulai April 2014, pemerintah bakal menaikkan nilai pajak penjualan barang mewah sebagian kelompok kendaraan bermotor dari 75 persen menjadi 125 persen. Kendaraan bermotor yang terkena aturan ini adalah sedan dan station wagon dengan motor bakar cetus api berkapasitas mesin lebih dari 3.000 sentimeter kubik (cc), motor bakar nyala kompresi berkapasitas lebih dari 2.500 cc, dan kendaraan roda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc. (baca:Baru 30 Persen Potensi Pajak yang Tergali)
Lebih jauh, Fuad menyatakan pihaknya tak hanya berharap pada kenaikan PPnBM sebagai pendorong penerimaan negara, tetapi juga pada upaya ekstensifikasi pajak. “Sehingga, banyak orang yang tidak dapat lagi lolos dari kewajiban membayar pajak,” tuturnya. Saat ini, baru 30-40 persen orang Indonesia atau sekitar 25 juta orang yang membayar pajak. (baca: April, Dealer Mulai Naikkan Harga Mobil Mewah)
Sejak awal tahun hingga 28 Februari 2014, tercatat nilai penerimaan pajak mencapai Rp 137,65 triliun atau sekitar 12,4 persen dari target yang dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 sebesar Rp 1.110 triliun. Adapun pemasukan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPnBM pada periode tersebut mencapai Rp 58,05 triliun atau 11,78 persen dari target dalam anggaran pemerintah, yakni Rp 492,9 triliun.
Pengamat perpajakan dari Dany Darussalam Tax Center, Danny Darussalam, memperkirakan penerimaan pajak untuk tahun ini hanya mencapai 94,5 persen dari target. Hal itu antara lain karena perekonomian dunia melambat dan sektor andalan pajak, seperti pertambangan, belum pulih.
MAYA NAWANGWULAN | ANGGA SUKMA WIJAYA | FAIZ NASRILLAH
Berita Terkait
Baru 30 Persen Potensi Pajak yang Tergali
Pajak Naik, Bos Maicih Mikir Ulang Beli Lamborghini
April, Dealer Mulai Naikkan Harga Mobil Mewah