TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan akan membesar pada kuartal kedua tahun ini. "Karena pada Juni biasanya perusahaan melakukan repatriasi," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung dalam diskusi di Bank Indonesia, Kamis, 3 April 2014.
Hal ini berbeda dengan neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan pada kuartal satu yang membaik. Berikutnya, setelah mengalami pelebaran defisit itu, Juda memperkirakan angka defisit transaksi berjalan kembali membaik pada kuartal ketiga dan keempat. "Kami masih melihat beberapa risiko untuk dicermati, terutama dari Cina," ucapnya.
Salah satu pemicu makin besarnya defisit transaksi berjalan itu, menurut Juda, adalah
pertumbuhan ekonomi Cina yang lebih rendah dari target 7,5 persen. Karena itu, ia menilai pemerintah harus melakukan antisipasi.
Juda menuturkan, jika pertumbuhan ekonomi Cina melambat, ekspor Indonesia bisa jadi lebih rendah. Selain itu, risiko global lainnya yang harus diperhatikan berasal dari Amerika Serikat.
Pasalnya, beberapa waktu lalu, Gubernur The Federal Reserve Janet Yellen menyebutkan kenaikan suku bunga akan terjadi pada 2015. "Walaupun kita sudah keluar dari fragile five, Indonesia tetap berada di golongan emerging market," ujarnya. Pada tahun ini, Bank Indonesia tetap berfokus menjaga inflasi berada pada koridor 3,5-5,5 persen dan defisit transaksi berjalan di bawah 3 persen.
MARIA YUNIAR
Berita terpopuler:
Sering Marah-marah, Berapa Tensi Ahok?
Nyaris Separuh Pemilih Inginkan Jokowi Presiden
Jokowi: Tak Dikawal pun Saya Merasa Aman
Keluarga Berlusconi Jual Sahamnya di AC Milan