TEMPO.CO , Jakarta: Pemerintah kembali meminta perusahaan tambang asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia, untuk mendivestasikan sahamnya sebesar 30 persen. Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara R. Sukhyar, permintaan tersebut lebih rendah dari ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012. Dalam beleid itu disebutkan pemegang Izin Usaha Pertambangan penanaman modal asing harus melakukan divestasi minimal 51 persen dalam waktu lima tahun setelah beroperasi produksi. (baca:Freeport dan Newmont Belum Kantongi Izin Ekspor)
"51 persen itu kan maksimum, tergantung investasinya. Freeport akan mengembangkan tambang bawah tanah. Di Indonesia belum ada satu pun tambang bawah tanah. Ini butuh investasi, intangible asset dan keahlian," kata Sukhyar, Senin, 7 April 2014.
Menurut Sukhyar, besaran divestasi 30 persen ini sudah hampir disepakati oleh kedua belah pihak. Dia mengatakan, tak ada alasan kuat bagi Freeport untuk menolak penawaran pemerintah ini. "Sudah hampir deal, masak dia tidak mau, sudah puluhan tahun di sini.”
Lalu bagaimana menghitung harga saham divestasi untuk 30 persen saham?, Sukhyar menjelaskan, harga tersebut tidak dihitung dari nilai pasar Freeport Indonesia saat ini. Sebab jika berdasarkan harga pasar pada saat ini, dipasrikan pemerintah harus menggelontorkan dana hingga miliaran dolar Amerika Serikat. (baca:2013, Freeport Indonesia Tak Bayar Dividen)
"Jadi divestasinya pakai replacement cost saja. Berapa investasi yang dikeluarkan itu yang dibayar. Masa Indonesia beli resources sendiri, kan namanya jeruk makan jeruk," kata Sukhyar.
Dengan pembahasan ini, Sukhyar mengatakan renegosiasi kontrak karya Freeport sudah hampir rampung. Freeport menurutnya sudah setuju membayar royalti sesuai ketentuan pemerintah.
ALI NY | BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE
Terpopuler
Modus Lama, Faktur Berdasarkan Transaksi Fiktif
Pakai APBN, Butuh 100 Tahun Kerjakan Infrastruktur
Bank Dunia: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,3 Persen