TEMPO.CO, Sidoarjo - Ratusan warga korban semburan lumpur Lapindo hari ini memblokade jalan yang selama ini dipakai Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk kegiatan mengeruk lumpur dan meninggikan tanggul. Aksi dipicu ketidakjelasan sikap PT Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar PT Lapindo Brantas maupun pemerintah.
Djuwito, salah seorang korban di dalam peta area terdampak, mengatakan aksi warga tersebut adalah upaya menuntut ganti rugi yang selama delapan tahun ini tidak ada kejelasan. "Kami menuntut uang ganti rugi, itu saja," kata Djuwito usai memblokir pintu gerbang di tanggul titik 42 Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Ahad, 18 Mei 2014. (Baca: Ganti Rugi Tak Jelas, Korban Lapindo Mengamuk)
Menurut Djuwito, semua usaha untuk menuntut ganti rugi sudah dilakukan, tetapi hasilnya nihil. Dia berharap aksi menutup jalan itu mampu membuka mata hati pemerintah. "Namun jika tidak diperhatikan, berarti pemerintah memang sudah menutup mata pada kami," kata dia.
Warga, kata Djuwito, sudah menghitung konsekuensi atas aksinya tersebut, termasuk risiko ditangkap polisi. "Saya siap ditangkap oleh polisi karena saya mau menuntut hak saya," kata dia.
Korban lumpur, kata Djuwito, tidak peduli dari mana uang asal ganti rugi itu. Bagi warga, kata dia, yang penting harus dilunasi segera. "Tak penting apakah ganti rugi itu dari APBN, APBD atau dari Minarak. Yang penting uangnya ada," kata dia. (Baca: SBY Sentil Lapindo, Ical: Itu Normatif)
Aksi warga diawali dari titik 25 Desa Jetirejo. Semula mereka ingin mendengarkan penjelasan perwakilan BPLS tentang ganti rugi yang tak kunjung dibayarkan. Warga emosi karena penjelasan BPLS tidak memuaskan. Akhirnya mereka memblokir jalan.
Puluhan polisi dari Kepolisian Resor Sidoarjo hanya mengawasi aksi para korban semburan lumpur tersebut. Salah seorang warga meminta polisi berempati pada penderitaan mereka. "Selaku aparat yang tahu hukum, tolong bapak-bapak jangan halangi aksi kami," kata dia.
MOHAMMAD SYARRAFAH
Terpopuler