TEMPO.CO, Sleman - Pemilik rumah ibadah di Dusun Pangukaan, RT 03 RW 10, Tridadi, Sleman, Nico Lomboan menuturkan telah berpindah sebanyak empat kali untuk beribadah. Saat bangunan itu bermasalah, para jemaat awalnya beribadah di balai desa, lalu dipindah ke kantor Kecamatan Sleman.
"Tapi saat camatnya ganti, juga dipermasalahkan," kata Nico, Senin, 2 Juni 2014. (Baca: Warga Sleman Bubarkan Ibadah Umat Kristen). Lalu atas inisiatif jemaat, mereka menyewa salah satu bangunan milik Liquid Cafe di Jalan Magelang. Lalu pindah lagi ke Gedung Pasifik juga di Jalan Magelang.
Selama tiga tahun, kata Nico, saat rumah yang sudah diwakafkan ke gereja itu bermasalah, jemaat selalu berpindah tempat untuk ibadah. Selama tiga tahun itu pula jemaat yang berjumlah 120 orang berpindah tempat setiap pekan.
Bahkan untuk uang sewa tempat, para jemaat sudah tidak mampu lagi. Karena, setiap menggunakan tempat untuk beribadah, mereka harus mengeluarkan uang Rp 1,5 juta. "Bayangkan, setiap pekan harus sewa tempat untuk beribadah," kata Nico.
Pada saat para jemaat membuka segel bangunan, sebenarnya masih hangat kasus penyerangan terhadap umat Katolik yang tengah berdoa Rosario di Perumahan STIE YKPN di Ngaglik, Sleman. Kasus ini belum selesai, para jemaat Kristen membuka segel bangunan dan beribadah di tempat itu dan warga meminta bubar.
Tetapi, menurut Nico, pembukaan bangunan itu bukan upaya sengaja untuk memperkeruh suasana. Jemaat, tutur dia, hanya ingin beribadah di lokasi itu meski harus membuka segel. "Tidak ada hubungannya dengan kasus itu, kami hanya ingin beribadah," kata Nico. (Baca: Kronologi Penyerangan Rumah Ibadah Kristen Sleman)
MUH. SYAIFULLAH
Berita utama
Hashim Pernah Keluhkan PKS di Forum Usindo
Pernyataan Amien Rais Dinilai Picu Kekerasan Agama
Sangeang Meletus, Penerbangan Bali-NTB Berbahaya