TEMPO.CO, Jakarta - Kebutuhan masyarakat atas beras ketan yang sifatnya masih tersegmentasi, membuat pemerintah belum berencana menggenjot produktivitasnya di dalam negeri. "Sementara ini kebutuhan beras ketan masih dipenuhi dari impor," kata Emilia Harahap, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian, pada Kamis, 5 Juni 2014, di Kementerian Pertanian.
Kendati demikian, menurut ia, Indonesia masih memiliki sentra penghasil beras ketan lokal yakni di Subang dan Lumajang meski volume produksinya tidak besar. "Jumlah sentra penghasil beras ketan sangat minim karena rendahnya minat masyarakat terhadap ketan, jika tidak ada momen khusus seperti Lebaran," ujarnya.
Meski permintaan masyarakat terhadap beras ketan rendah, pemerintah berupaya untuk tetap memenuhi persediaan dalam negeri melalui impor. Aturan impor atas komoditas beras ketan pun telah diperbarui lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2014. "Salah satu pasalnya ialah pengimpor beras ketan wajib mengurus izin Importir Terdaftar yang syaratnya ketat," jelas Emilia. Pasca-diberlakukan peraturan tersebut, baru dikeluarkan dua izin Importir Terdaftar (IT) di Kementerian Perdagangan.
Selain itu, untuk melindungi produksi dalam negeri, pemerintah mewajibkan importir untuk menyerap minimal 10 persen beras ketan lokal dari total kuota impor yang diperoleh. "Kebijakan ini untuk melindungi petani beras ketan lokal agar produknya terserap," ujarnya.
Penyerapan ini juga menjadi langkah strategis untuk mengendalikan persaingan harga. Pengamatan Tempo di Pasar Induk Cipinang, beras ketan impor dari Vietnam dibanderol Rp 11 ribu per kilogram. Harga tersebut jauh lebih rendah sekitar Rp 2 ribu dibanding harga beras ketan lokal.
RAYMUNDUS RIKANG R.W
Berita terpopuler:
Rekening Dana Kampanye Jokowi Hanya Tiga
SBY Sebut Kinerja Sepuluh Kementerian Buruk
10 Langkah Menjaga Ginjal Tetap Sehat
Gelar 'Revolusi Wangi' Trio Lestari tanpa Jokowi