TEMPO.CO, Jakarta - Gugatan yang dilayangkan PT Newmont Nusa Tenggara terhadap pemerintah ternyata mengandung sejumlah kejanggalan. Ahli hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan kejanggalan itu terletak pada substansi dan praktek penyampaian gugatan ke International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID).
Kejanggalan pertama adalah pengenaan bea keluar oleh pemerintah yang tidak hanya dikenakan secara khusus terhadap Newmont. Aturan bea keluar ini berlaku pula untuk semua perusahaan tambang, baik lokal maupun multinasional.
Menurut Hikmahanto, keberatan terhadap pengenaan bea keluar yang diajukan Newmont terjadi pula pada perusahaan pertambangan lainnya. Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia, misalnya, yang menolak aturan ini sehingga memutuskan melakukan uji materi terhadap Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara ke Mahkamah Konstitusi. "Pemerintah Jepang juga berencana mengajukan pemerintah Indonesia ke Dispute Settlement Body karena kebijakan bea keluar mineral ini mengganggu pasokan tambang untuk perusahaan pemurnian bahan tambang di sana,” ujarnya saat dihubungi Tempo.
Meski menuai keberatan, pemerintah harus konsisten menerapkan kebijakan tersebut karena menjadi cermin proses hilirisasi sektor pertambangan. ”Hilirisasi akan membuat Indonesia berubah dari negara yang hanya menambang bahan mineral menjadi negara yang berbasis pengolahan mineral,” dia menjelaskan. (Baca: Newmont Gugat Pemerintah karena Ogah Bayar Royalti)
Kedua, ihwal permohonan arbitrase oleh Newmont ke ICSID sangat tidak etis. Gugatan didaftarkan saat pemerintah sedang mencari jalan keluar atas permasalahan bea keluar yang dihadapi oleh banyak perusahaan tambang. “Pemerintah tentu bisa meninjau besaran dari bea keluar. Peninjauan dilakukan bukan karena desakan Newmont, tapi karena pertimbangan banyaknya karyawan yang harus dirumahkan,” ujarnya.
Kejanggalan ketiga adalah gugatan yang dilancarkan oleh Newmont terhadap pemerintah Indonesia ke ICSID anehnya dikaitkan dengan kontrak karya. “Seharusnya jika yang dipermasalahkan ialah kontrak karya, diselesaikan ke arbitrase komersial, bukan ICSID. Ini sama halnya membelenggu kedaulatan hukum bangsa Indonesia,” ujarnya.
Adapun kejanggalan keempat adalah Newmont memanfaatkan anak perusahaannya, Nusa Tenggara Partnership BV, yang didirikan di Belanda untuk mengajukan pemerintah Indonesia ke ICSID. Padahal Newmont Mining Corporation merupakan perusahaan Amerika Serikat. “Ada sensitivitas akibat faktor kesejarahan yang bisa muncul jika pemerintah atau perusahaan Belanda mengajukan pemerintah Indonesia ke pengadilan internasional,” kata Hikmahanto. (Baca: Pemerintah Siap Hadapi Gugatan Newmont)
Kejanggalan terakhir ialah gugatan Newmont diajukan menjelang masa pemilihan presiden. “Gugatan tersebut bernada gertakan untuk pemerintah yang baru dan cermin arogansi dari Newmont,” katanya.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat saat ditemui di Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin, 7 Juli 2014, mengindikasikan adanya dampak yang cukup berarti bagi Newmont jika tak segera mencabut gugatan. Saat ditanya apakah ada kemungkinan Newmont ditutup jika tetap menggugat pemerintah, Hidayat menjawab, "Kemungkinan itu bisa terjadi." (Baca: Pemerintah Mungkin Tutup Newmont)
Pemerintah memiliki kemampuan untuk melawan Newmont. Meskipun tak menjabarkan secara rinci tindakan tersebut, kekuatan hukum pemerintah pada akhirnya terancam merugikan Newmont.
RAYMUNDUS RIKANG R.W. | AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler
Slank: Salam 2 Jari, Konser Kemanusiaan Terbesar
Buruh Bantah Dukung Prabowo di Hari Tenang
Bos Lion Air Incar Proyek Kereta Ekspres Bandara
Kereta Super Cepat Bandung-Jakarta Segera Dibangun
KPK: Dirut KAI Ignasius Jonan Patut Dicontoh