TEMPO.CO, Jakarta - Rencana investasi perusahaan petrokimia asal Jerman, Ferrostaal GmbH, sebesar US$ 8 miliar di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, mandek terkendala pasokan gas. Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan pemerintah masih mencari solusi untuk mengatasi hambatan itu.
"Tadi saya sudah minta dilakukan koordinasi di bawah Badan Koordinasi Penanaman Modal," ujar Chairul di Kantornya, Selasa petang, 22 Juli 2014. (Baca juga: Demi Investor, Capres Wajib Hindari Nasionalisasi)
Menurut Chairul, investasi perusahaan asal Jerman itu terbilang besar, yakni hingga US$8 miliar atau setara Rp 80 triliun (kurs Rp 10.000). Perusahaan yang telah mengantongi izin investasi dari BKPM sejak 2012 itu membutuhkan pasokan gas yang cukup besar untuk memproduksi metanol berkapasitas 1,3 juta ton per tahun. "Mereka ingin segera melakukan pembangunan itu," ujarnya. (Lihat juga: Kemenperin Usulkan Bea Keluar Ekspor Petrokimia)
Sebagai informasi, pabrik metanol Ferrostaal membutuhkan pasokan gas bumi sebagai bahan baku hingga 202 MMSCFD. Perseroan menargetkan pembangunan tahun depan. Saat ini mereka tengah menunggu pasokan bahan baku berupa gas bumi dari lapangan Tangguh dan Genting Oil. Rencananya, hasil produksi mereka untuk memenuhi kebutuhan metanol Indonesia yang cukup besar.
Saat ini pasokan metanol lokal baru mencapai 600 ribu ton per tahun, sementara kebutuhannya 800 ribu ton, sehingga harus impor 200 ribu ton. Metanol merupakan bahan baku dari propilena dan etilena yang menjadi bahan dasar pembuatan plastik.
JAYADI SUPRIADIN
Terpopuler:
Indeks Saham Anjlok karena Pernyataan Prabowo
Rakyat Merdeka Rambah Bisnis Properti
Rupiah Keok Terpukul Efek Prabowo