TEMPO.CO, Jakarta - Para pemeras tenaga kerja Indonesia (TKI) di bandara biasanya mengaku-aku sebagai petugas bandara, pegawai imigrasi, atau petugas BNP2TKI. Menurut seorang TKI yang bekerja di Hong Kong, Yuli Riswati, banyak temannya hanya pasrah diperas oleh mereka.
"Pemerasan makin banyak dan marak atas nama KTKLN," kata dia melalui pesan teks kepada Tempo. "Itulah alasan TKI di Hong Kong demo menuntut dihapuskannya KTKLN dan revisi Undang-Undang Perlindungan TKI."
Para TKI, kata Yuli, juga dipaksa menukar mata uang asing yang mereka miliki dengan rupiah. Dia merasa beruntung bisa mengumpulkan keberanian melawan. Untuk melawan pun menurut wanita asal Jember ini, perlu tahu alasan mengapa ia harus melawan dan tahu kenapa ia harus menolak. Saat ini masih banyak korban pemerasan itu karena tidak tahu sikap yang harus diambil saat diperas.
Ibu beranak satu ini mengeluhkan, hingga kini tidak banyak pihak yang peduli dan mau menjamin serta mau menyediakan jasa pengaduan dan pendampingan hukum bagi para korban. Padahal cara tersebut cukup memberikan jaminan keamanan bagi para TKI. Sebagai bentuk pencegahan, sosialisasi dan cara mengantisipasi masalah tidak diberikan atau didapatkan semua TKI.
Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu lalu, menahan 14 orang, termasuk seorang polisi dan seorang tentara, saat inspeksi mendadak di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Inspeksi ini berkaitan dengan pemerasan yang kerap dialami TKI. (Baca: Lima Jebakan Buat TKI di Bandara Soekarno-Hatta)
AISHA SHAIDRA
Berita Terkait
Beda Gaya TKI Timur Tengah dengan Asia Timur
Lima Jebakan Buat TKI di Bandara Soekarno-Hatta
Kejanggalan Saat Sidak Pemerasan TKI
Polisi Petakan Jaringan Pemeras TKI di Bandara