TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Bogor Rachmat Yasin punya cara mengakali sanksi dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Rachmat Yasin diberi sanksi tak boleh dibesuk selama sebulan. Akibatnya, Rachmat terancam tak bisa menjalankan pemerintahan daerah Bogor.
Sanksi ini membuat bawahannya tidak bisa membesuknya untuk menuntaskan urusan administrasi pemerintahan. "RY tak mau ada urusan pemerintahan yang mandek. Maka itu, dia meminta saya membawa berkas," kata pengacara Rachmat, Sugeng Teguh Santoso, di KPK, Selasa, 19 Agustus 2014. (Baca: KPK Akan Periksa Dua Bos Sentul City)
Berkas yang dibawa Sugeng tak sedikit. Berkas yang harus diteken Rachmat itu, saking banyaknya ketika dijejalkan, membuat kancing map tak bisa lagi menutup. "Ya, ini berkasnya. Seharusnya ini urusan sekretaris daerah, tapi ada sanksi itu, sehingga sekda tak bisa membesuk," ujar Sugeng.
Pada 7 Agustus 2014, Rachmat Yasin diberi sanksi oleh KPK. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi, sanksi diberikan karena Rachmat sempat terlibat adu mulut dengan tahanan lain, yaitu bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, terkait dengan pengaturan pembesuk tahanan. (Baca: KPK Periksa Kadin Tata Ruang Bogor)
Mandeknya urusan pemerintahan gara-gara kepala daerahnya ditahan KPK pernah menimpa Pemerintah Provinsi Banten. Mandeknya urusan pemerintahan disebabkan oleh Gubernur Banten Atut Chosiyah ditahan dan mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, karena KPK menyangka dia terlibat kasus dugaan korupsi dan suap.
Walhasil, pembangunan Banten sempat terhambat gara-gara 14 surat penting belum sempat ditandatangani Gubernur Atut. (Baca: Sidang Suap Bupati Bogor Diisi Pemeriksaan Saksi)
"Nah, itu yang tak diinginkan RY. Pokoknya, pemerintahan harus jalan," kata Sugeng sambil menenteng tumpukan surat.
MUHAMAD RIZKI
Topik terhangat:
ISIS | Pemerasan TKI | Sengketa Pilpres | Pembatasan BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Mundur dari Pertamina, Karen Pindah ke Harvard
Tim Jokowi Tuding Saksi Tim Prabowo Ngarang
Mengapa ISIS Lebih Hebat dari Al-Qaeda?