TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly mengatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah harus berhati-hati karena akan menentukan kebijakan. Menurut Jimly, penggodokan RUU Pilkada mesti berdasarkan kepentingan rakyat bukan golongan.
"Jangan terpaku berdasarkan hitam-putihnya hasil pilpres (pemilihan presiden)," kata Jimly saat dihubungi Tempo, Kamis malam, 11 September 2014. Jimly mengatakan akibat hasil pemilihan presiden 9 Juli 2014, memunculkan dua kubu, yakni kubu Joko Widodo sebagai pemenang dan Prabowo Subianto di pihak yang kalah. (Baca: Pemerintah Mati-matian Loloskan Pilkada Langsung)
DPR dan pemerintah tengah membahas revisi RUU Pilkada. Salah satu isi perubahan itu adalah menawarkan opsi pemilihan kepala daerah secara langsung dan opsi pemilihan lewat DPR Daerah. Fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih bersepakat pemilihan kepala daerah melalui mekanisme dipilih oleh DPRD. (Baca: Pilkada DPRD, Jokowi: Itu Bentuk Elite Haus Kuasa)
Partai Koalisi Merah Putih pendukung opsi pilkada lewat DPRD adalah Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera. Sedangkan PDI Perjuangan, PKB, dan Partai Hanura menyetujui pemilihan tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat. (Baca: Ahok: Saya Bukan Kader Gerindra yang Baik)
Jimly menilai adanya pemilihan kepala daerah secara langsung maupun tidak langsung semata-mata hanya untuk kepentingan golongan masing-masing. “Seharusnya jangan memelihara kepentingan golongan. Keduanya harus bisa berpikir jernih untuk kepentingan rakyat,”kata Jimly.
Jimly menilai jika RUU Pilkada mengusung pimpinan daerah dipilih melalui DPRD, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) tidak akan berfungsi lagi dalam menjalankan tugasnya. “Untuk itu pembentuk undang-undang harus sangat berhati-hati,” kata Jimly. (Simak juga: Sengkarut Pilkada di DPR, Ini Asal Mulanya)
Ia enggan mengomentari jika pemerintah dapat mencabut RUU Pilkada yang dinilai menuai kesengsaraan demokrasi. "Saya tidak ikut arah kebijakan politik," kata Jimly. Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan pemilihan langsung dan tak langsung bisa digunakan. "Keduanya sama-sama konstitusional."
DEVY ERNIS
Berita terpopuler lainnya:
Jokowi Tolak Mercy, Sudi: Mau Mobil Bekas?
Ini Keunggulan iPhone 6 Ketimbang iPhone Lama
Benda Ini Wajib Dibawa Jokowi-Iriana ke Istana
Hari Ini, Harga Elpiji Naik Rp 18 Ribu per Tabung