TEMPO.CO, Pemalang - Sudah sepekan aktivitas vulkanis Gunung Slamet mereda. Meski status gunung tertinggi di Jawa Tengah itu masih siaga atau dua level di atas normal, warga yang bermukim di lerengnya sudah bisa tidur nyenyak pada malam hari.
“Sekarang sudah tidak terganggu suara dentuman. Yang bikin susah tidur itu karena kaca rumah bergetar kalau ada letusan,” kata Daryanto, 26 tahun, warga Dukuh Cikunang Lor, Desa Jurangmangu, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, Jumat, 19 September 2014. (Baca juga: Gunung Slamet Meletus Lagi)
Baca Juga:
Dukuh Cikunang Lor berada di lereng Gunung Slamet sisi utara. Rabu pagi lalu, warga di dukuh yang berjarak sekitar enam kilometer dari puncak itu sempat dikagetkan satu letusan besar yang menyemburkan abu vulkanis ke arah Purbalingga.
Kendati demikian, letusan yang disertai suara dentuman menggelegar dan menyebabkan terbakarnya semak-semak di empat titik itu tidak menimbulkan kepanikan warga. “Itu letusan yang terakhir. Semoga lekas menurun statusnya,” ujar Daryanto.
Cenderung menurunnya aktivitas vulkanis Gunung Slamet juga terlihat dari hasil pengamatan di Pos Pengamatan Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Pemalang. Sejak pukul 06.00 WIB hingga 12.00 WIB, Gunung Slamet hanya sesekali mengembuskan asap putih.
“Ketinggian asapnya sekitar 100 meter hingga 400 meter dari puncak kawah. Angin tenang,” kata pengamat gunung api di pos pengamatan, Sukedi. Meski cuaca cerah, Gunung Slamet sempat tertutup kabut tebal. (Baca juga: Ini Beda Letusan Gunung Slamet dan Merapi)
Dari pantauan Tempo, tingginya aktivitas vulkanis Gunung Slamet terjadi sepanjang pekan lalu. Saat itu, hampir tiap malam puncak kawahnya menyemburkan lava pijar disertai suara dentuman. Puncaknya pada Rabu hingga Jumat, 10-12 September.
DINDA LEO LISTY
Berita lain:
Emas Masa Lalu Diangkut dari Situs 'Kapal Emas'
Pemerintah SBY Akan Sahkan 20 Daerah Otonomi Baru
Chatib Diperkirakan Bertahan dalam Kabinet Jokowi