TEMPO.CO, Yogyakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Hifdzil Alim, mengatakan lembaganya telah membuat kajian mengenai kualitas enam calon komisioner KPK yang sudah diseleksi Tim Panitia Seleksi KPK. Lembaganya akan segera mengirim hasil kajian itu ke Tim Pansel dan Komisi Hukum DPR. "Dua calon usulan Presiden harus tepat dan pilihan DPR wajib berdasar aspirasi publik," kata dia pada Jumat, 10 Oktober 2014.
Hifdzil tidak menjelaskan detail hasil kajian lembaganya dan hanya menyebut kelemahan masing-masing calon. Misalnya, Busyro Muqoddas dianggap oleh Pukat UGM merupakan figur lama di KPK sementara lembaga anti rasuah ini membutuhkan regenerasi kepemimpinan. "Soal BM (Busyro Muqoddas), (kelemahannya) KPK butuh penyegaran," kata dia. (Baca:Publik Harus Awasi Seleksi Pimpinan KPK)
Sedangkan kelemahan calon lain, seperti Ahmad Taufik, ialah memiliki anggota keluarga yang berafiliasi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Anggota keluarga Taufik juga pernah ada yang terlibat di Tim Penasihat Hukum Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "JG (Jamin Ginting) juga pernah bekerja sama dengan partai politik," kata dia.
Calon komisoner Robby Arya Brata, dalam catatan Pukat UGM, lama di birokrasi, tetapi minim pengalaman lapangan sehingga berisiko kewalahan menghadapi tekanan politik yang hebat terhadap KPK.
Calon komisoner lainnya, I Wayan Sudirta, sebenarnya punya pengalaman lapangan panjang, tapi sepuluh tahun belakangan dianggap oleh Pukat UGM aktif di politik. "Kalau SB (Subagio), sudah dua tahun di internal KPK, tapi belum teruji soal kepemimpinannya," kata Hifdzil. (Baca:Pansel Calon Pemimpin KPK Diminta Transparan)
Peneliti PUKAT UGM lainnya, Oce Madril, menilai KPK di masa depan membutuhkan figur komisioner yang memiliki kemampuan menuntaskan kasus korupsi dengan kompleksitas tinggi. Misalnya, korupsi politik yang biasanya melibatkan jaringan politikus dan pengusaha berpengaruh. "Makanya, harus punya integritas, kemampuan, dan bernyali," kata dia.
Menurut Oce, sasaran utama lembaga anti rasuah ini dalam lima tahun ke depan haruslah jaringan mafia korupsi. Dia mengatakan mafia migas, mafia pajak, dan mafia anggaran masih menjadi aktor korupsi yang susah dibongkar kejahatannya. "Juga kasus korupsi yang melibatkan aktor elite lokal dengan kekuatan pendukung mengakar," ujar dia.
Aktivis Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta Irwan Suryono berharap komisoner KPK di masa mendatang memberikan perhatian besar pada kasus-kasus korupsi di daerah. Di DIY, dalam catatannya, baru ada satu kasus, yakni korupsi buku ajar di Sleman pada 2009, yang berhasil tuntas setelah mendapatkan supervisi dari KPK. "Aparat hukum di daerah masih sulit diandalkan menangani kasus korupsi besar," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Baca juga:
Kapolri: Ormas Anarkis Tidak Layak Dipertahankan
Mahasiswa Tolak Bali Democracy Forum
Bercanda Terkena Ebola, Pria Ini Diusir dari Pesawat
Serangan Bom, Korban Tewas di Yaman 67 Orang
Kasus Trafficking, Polisi Kesulitan Usut Raja Solo