TEMPO.CO, Pinrang - Warga Dusun Bottae, Desa Makkawaru, Kecamatan Mattiro Bulu, Kabupaten Pinrang, Mustafia, mengatakan warga di kampungnya saban hari berjalan kaki sepanjang 2 kilometer untuk mandi dan mencuci. Hal itu terjadi lantaran kemarau.
Menurut Mustafia, sebagian warga terpaksa menggunakan kuda untuk membawa pakaian kotor menuju sungai yang berada di area persawahan. "Airnya cukup jernih, tapi tidak layak untuk dikonsumsi," kata Mustafia saat ditemui di kediamannya, Kamis, 16 Oktober 2014. (Baca juga: Kekeringan Landa 15 Kabupaten di NTT)
Warga Bottae lainnya, Nurdia, menuturkan masyarakat di kampung itu memiliki sumur dan air bor yang digunakan setiap hari. Namun, selama enam bulan terakhir, sumur tersebut kering. "Kalau airnya ada, paling bisa mendapatkan dua ember per hari," kata Nurdia.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga Bottae membeli air bersih dengan harga Rp 50 ribu per tangki. Air itu hanya digunakan untuk minum. Untuk mencuci dan mandi, warga terpaksa ke sungai.
Kepala Desa Makkawaru, Rais Muhammad, mengatakan debit air yang ada di Sungai Pansimas juga berkurang. Karena itu, Pemerintah Desa Makkawaru memberlakukan pengambilan air secara bergilir terhadap warga.
Menurut Rais, ada 745 kepala keluarga di Desa Makkawaru. Empat ratus di antaranya berada di Dusun Bottae.
SUARDI GATTANG
Berita lain:
Jokowi Hapus Pos Wamen, Ini Respons Denny Indrayana
Belasan Kepala Negara Akan Sambut Jokowi di Istana
Koalisi Pro-Jokowi Kompak Hadiri Muktamar PPP