TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang istimewa dari penampilan pusat perbelanjaan Gandaria City di Kebayoran, Jakarta Selatan. Mal ini seolah-olah berubah menjadi tempat pernikahan dengan beragam janur yang tersebar di lantainya. Janur-janur itu bersolek, menjadi karya inovatif dan kreatif. Menariknya, janur di sini tidak sebatas menjadi umbul-umbul, tapi dirancang sebagai aneka karya, dari pembatas ruangan, latar belakang panggung, hiasan dinding, sampai patung setinggi 3 meter. (Baca: Geliat Janur untuk Industri Kreatif Indonesia
Janur—daun muda kelapa dan sejenisnya—menjadi aktor utama di Gandaria City hingga Senin, 20 Oktober mendatang, seiring dengan pergelaran Pesta Kembang Bersolek. Inneke Turangan, salah satu penggagas acara tersebut, mengatakan kesenian merangkai janur mulai pudar seiring dengan merasuknya pengaruh budaya asing di Indonesia.
“Bahkan terancam diakui negara lain,” kata Direktur Newline Floral Education Center, sekolah merangkai bunga di Pondok Pinang, Jakarta Selatan, ini. “Nah, janur sebagai kesenian asli Indonesia harus dikembangkan generasi penerus.”
Inneke, yang menekuni seni merancang bunga sejak 1994, mulai berfokus pada janur sejak sepuluh tahun lalu. “Janur itu khas Indonesia,” kata perempuan asal Manado ini. “Bisa dibentuk apa saja.”
Kesenian merangkai janur tumbuh pesat di masyarakat Bali, Jawa, dan Sunda. Janur menjadi simbol perayaan, terutama perkawinan. Janur sebagai umbul-umbul merupakan simbol bahwa suatu tempat sedang bersukaria, sedangkan kembang mayang dari bahan serupa di pelaminan melambangkan penyatuan dua insan.
Di luar dekorasi, janur menjadi andalan masyarakat lintas suku di Indonesia untuk membungkus makanan karena kuat dan tahan panas.
“Ada di hampir semua daerah,” ujar Inneke. Contoh paling lazim adalah ketupat, hidangan wajib pada Hari Lebaran. Sesajen juga mengandalkan janur. “Sehingga, jadi simbol kebhinnekaan Indonesia.”
Di tangan Inneke dan teman-temannya, janur melampaui bentuk tersebut. Seperti yang dipamerkan di Gandaria City, janur bertransformasi menjadi berbagai rupa, dari rangkaian bunga yang tidak kalah cantik dari ikebana Jepang, pembatas ruangan, sampai maneken berbentuk perempuan menari.
“Saya ingin masyarakat menyadari janur bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal tanpa meninggalkan kearifan lokal,” kata Inneke.
Semua kreasi Inneke cs dikombinasikan dengan bunga, daun, dan bahan alami lainnya. Untuk penampang, mereka menggunakan busa atau gabus. Ketimbang rangkaian bunga, yang layu dalam hitungan hari, janur jauh lebih tahan lama.
“Bisa sampai setahun,” ujar Inneke. Janur yang mengering, dia menambahkan, justru akan bertambah indah seiring dengan perubahan warnanya dari hijau kekuningan menjadi kecokelatan.
Harga janur kontemporer ini bervariasi, dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Harga semakin mahal seiring dengan tingkat kesulitan rangkaian. Ada juga faktor lain, misalnya, adanya campuran bunga impor, seperti lili dan mawar. (Baca: Rangkaian Bunga untuk Kim Kardashian pada Hari Ibu)
Pameran janur tersebut menarik perhatian pengunjung Gandaria City—mal lima lantai dengan luas total lantai lebih dari 200 ribu meter persegi. “Seru,” kata Adina, seorang pengunjung. “Selama ini kita hanya tahu janur untuk ketupat dan dekorasi pernikahan, ternyata bisa juga dijadikan hiasan secantik ini.”
HADRIANI P
Terpopuler
Gaya Anggun Sederhana Veronica Ahok
Veronica Ahok Serukan Sadari untuk Atasi Kanker
Dokter Negeri Jiran Ogah Beri Data Rekam Medis
Kaum Lansia Sering Menyimpan Depresi
Ketika Arsitek Berjualan Sayur