TEMPO.CO, San Francisco - Audrey Lapidus terlihat bangga dengan senyum dan lesung pipit bayinya. Tapi, ternyata dia pernah sangat khawatir saat sang bayi, Calvin, belum bisa berguling dan merangkak pada umur 10 bulan. Calvin menderita masalah pencernaan kronis, namun empat ahli saraf tak menemukan penyakit apa pun di tubuh Calvin.
Putus asa dengan jawaban tersebut, Audrey dan suaminya sepakat menjadikan anak mereka pasien pertama tes baru yang disebut exome sequencing di University of Californa, San Francisco. Tes ini berbasis DNA milik Calvin dan orang tuanya. Mesin sequencing—untuk memindai DNA—dengan cepat menganalisis genom anak tersebut lalu membandingkan genom itu dengan milik orang tuanya.
Calvin didiagnosis mengidap Pitt-Hopkins Syndrome, gangguan genetik langka yang mempengaruhi tumbuh-kembang anak. Sindrom ini hanya menjangkiti sekitar 250 anak di seluruh dunia. Diagnosis ini pun membantu Lapidus dan suaminya untuk menentukan langkah terapi yang cocok untuk Calvin.
Penelitian yang diterbitkan di Journal of American Medical Association pekan lalu ini menunjukkan bahwa metode exome sequencing dapat mendiagnosis 40 persen kasus kompleks. “Teknik ini dapat meningkatkan diagnosis pada gangguan langka,” ujar pemimpin penelitian, Stan Nelson, yang juga Wakil Ketua Bidang Genetika Manusia dan profesor patologi kedokteran di David Geffen School of Medicine University of California, Los Angeles (UCLA) (Baca: 697 Varian Gen Pengaruhi Tinggi Badan Manusia)
UCLA Clinical Genomics Center didirikan pada 2011 sebagai salah satu dari tiga otoritas di dunia (dua lainnya Baylor dan Harvard) untuk meneliti DNA dalam penggunaan klinis. Tak seperti diagnosis sebelumnya yang hanya mempelajari satu gen pada satu waktu, tes ini menyaring 37 juta pasang basa di 20 ribu gen seseorang untuk melihat gangguan genetika langka. Metode ini berfokus pada exome, protein-coding yang dapat mengetahui penyebab penyakit manusia.
Nelson bekerja sama dengan Hane Lee, seorang pakar patologi, dalam studi yang dilakukan selama dua tahun ini. Lee menganalisis exome dari 814 anak yang gejalanya telah membingungkan dunia kedokteran meski telah menjalani tes genetik dan biokimia secara lengkap.
Metodenya, data mentah sequencing genom masing-masing anak dan orang tua diidentifikasi dengan varian standar. Exome rata-rata orang mengandung lebih dari 20 ribu varian dan hampir semuanya jinak.
Selanjutnya, tim menerapkan serangkaian filter pada data berdasarkan keluarga pasien dan aspek terkait lainnya. Para peneliti memutasi gen dengan literatur medis. Akhirnya, tim meninjau temuan tersebut untuk didiagnosis. Tim menghabiskan waktu delapan pekan untuk melakukan serangkaian kegiatan tersebut.
AMRI MAHBUB
Berita Lain :
ITS Juara Umum Lomba Mobil Irit
Bertransaksi dengan Dompet Virtual
Gencar Perkenalkan Mobile Money