TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mempertanyakan efektivitas Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menyusun program di awal masa pemerintahan. "Idenya bagus, namun kini hasilnya tak jelas," kata Haris di Jakarta, Sabtu, 25 Oktober 2014.
Menurut dia, Tim Transisi Jokowi-JK tak memberi konstribusi berarti. Penilaian itu tercermin dari masuknya nama kandidat menteri yang berasal purnawirawan jenderal serta diduga punya rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia. "Padahal saat itu, aktivis dan kelurga korban pelanggaran HAM pernah memberikan masukan pada Tim Transisi," kata Haris.
Selain itu, Haris juga mengkritik langkah Presiden Jokowi yang hanya meminta pertimbangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekam jejak calon menteri.
Padahal, pemeriksaan rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia juga perlu untuk membentuk kabinet yang berintegritas. "Komisi Nasional Hak Asasi Manusia harusnya dilibatkan untuk memberi label pada calon menteri bermasalah," dia menjelaskan.
Preseden ini, Haris mengatakan, disebabkan oleh dua hal. Pertama, Presiden Jokowi tak paham soal isu hak asasi manusia. Kedua, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tersandera oleh kasus hak asasi yang melibatkan figur di sekitar pemenangannya pada pemilu presiden lalu. "Presiden Jokowi harus jadi presiden bagi rakyat, termasuk bagi mereka yang tertindas oleh kasus pelanggaran hak asasi yang belum tuntas."
RAYMUNDUS RIKANG
Topik terhangat:
Pelantikan Jokowi | Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD
Berita terpopuler lainnya:
3 Calon Ini Lantang Menolak Jadi Menteri Jokowi
Presiden Jokowi dan Istananya yang Tak Ramah
Ini Jejak 8 Calon Baru untuk Kabinet Jokowi
Tersangka Suap Ceramahi Jokowi Soal Izin KPK