TEMPO.CO , Jakarta: Dewan Pengupahan Kota Bekasi, Jawa Barat, telah menetapkan standar upah buruh (UMK) sebesar Rp2.954.031 per bulan untuk pekerja lajang. Standar upah tersebut lebih besar ketimbang UMK DKI Jakarta sebesar Rp2,44 juta bulan.
Anggota Dewan Pengupahan Kota Bekasi, Sayekti Rubiah, mengatakan penetapan standar UMK oleh tiga unsur (pengusaha, serikat buru, dan pemerintah daerah) mengacu pada angka kebutuhan hidup layak (KHL).
Standar KHL dari hasil survei tiga pasar tradisional, yakni Pasar Baru, Pasar Kranji, dan Pasar Bantargebang didapat angka sebesar Rp2.529.039. Meningkat dari standar KHL tahun sebelumnya Rp1.961.000. (Baca: Pengusaha Surabaya Enggan Kabulkan UMK Rp 2,8 Juta)
"Idealnya UMK selalu lebih tinggi dari KHL, maka diperoleh angka yang sudah diputuskan itu," kata Sayekti, Jumat, 14 November 2014.
Selain menggunakan KHL sebagai acuan, dalam mengambil keputusan, Dewan Pengupahan mengambil nilai tengah antara permintaan buruh dengan tingkat kebutuhan riil di masyarakat. Tuntutan buruh UMK naik 30 persen dari tahun lalu atau menjadi Rp3,5 juta per bulan untuk upah pekerja lajang. "Nilai tengahnya Rp2,9 juta lebih itu," kata Kepala Bidang Penempatan Kerja pada Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, itu.
Adapun standar UMK untuk kelompok 1 sebesar Rp3.397.135, dan kelompok 2 Rp3.249.434 per bulan. "Kami harapkan keputusan ini dihargai oleh semua pihak," imbuh Sayekti.(Baca: Upah Minimum Provinsi Banten Rp 1,6 Juta)
Menurutnya, standar UMK Kota Bekasi ini lebih besar dibanding UMK DKI Jakarta karena beberapa hal. Seperti, wilayah Bekasi baik kota maupun kabupaten lebih banyak industri ketimbang di Ibu Kota, begitu pula jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari DKI. "Sehingga, standarisasi upah buruh di Indonesia selalu mengacu ke Bekasi," katanya.
HAMLUDDIN
Berita Lain
Malaysia Kuasai 3 Desa, Pemda Nunukan Pasrah
Kontras Laporkan FPI ke Komnas HAM
MUI Tak Setuju FPI Dibubarkan, Mengapa?
Ahok Didukung MUI Asal...