TEMPO.CO, Jakarta - Banyuwangi sedang berbenah. Saat Tempo menyambangi kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Jawa ini pekan lalu, pembangunan terlihat berlangsung hampir di setiap sudut. Orang yang terakhir kali mengunjungi Banyuwangi empat tahun silam bakal pangling dengan perubahan yang terjadi di kabupaten seluas 5.782 kilometer persegi ini. Kabupaten terluas di Jawa Timur.
Banyuwangi akan memiliki bandar udara yang lebih memadai. Perjalanan dari Surabaya yang biasanya 8 jam bakal menjadi hanya 50 menit via udara. Bandara Blimbingsari, beroperasi sejak 2011, memang baru purwarupa. Tunggu dua tahun lagi, pemerintah setempat yakin Blimbingsari bakal jadi ikon baru Banyuwangi.
"Bandara kami memiliki konsep green airport, sehingga tidak perlu pendingin udara," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas kepada Tempo di kantornya pekan lalu. (baca: Bandara Banyuwangi Bisa Diterbangi Boeing 2015)
Anas, terpilih sebagai Tokoh Arsitektur Tempo tahun ini, menggandeng arsitek papan atas Indonesia untuk membangun Banyuwangi. Mereka adalah Adi Purnomo, Budi Pradono, Andra Matin, dan Yori Antar. Andra dipercaya sebagai perancang bandara. Berluas 5 ribu meter persegi, bandara ini memiliki empat kolam di lantai dasar yang minim sekat. Atap yang mengusung konsep rumah Osing, suku asli Banyuwangi, ini ditanami rumput. Dengan biaya Rp 75 miliar, bandara yang dibangun sejak Juli lalu ini ditargetkan rampung pada September mendatang.
Di kota, perubahan lebih terasa. Sejak tiga tahun lalu, taman-taman kota menjadi ruang berkumpul warga dan tidak lagi berpagar. Taman Sritanjung di depan Pendopo Kabupaten Banyuwangi jadi pilihan warga yang ingin menyejukkan mata dengan bunga aneka warna dan air mancur. Sedangkan Taman Blambangan, sekitar 500 meter di timur, jadi arena berolahraga, dari joging, basket, panjat tebing, sampai skateboard.
Satu langkah awal Bupati Anas adalah membongkar pagar tembok Pendopo dan menggantinya dengan gundukan tanah dan bunga pisang-pisangan. Secara filosofis, kata Anas, pembongkaran itu menghapus jarak antara pemerintah dan masyarakat. "Semua boleh masuk Pendopo," ujarnya. "Cukup izin ke pos Satpol PP. Kalau rombongan, ajukan surat dulu." (baca juga: Warna-Warni di Banyuwangi Ethno Carnival)
Di halaman depan kompleks Pendopo yang dibangun pada 1771 itu terdapat musala berbentuk tak lazim. Dengan luas 8 x 9 meter, ruang salat itu terdiri atas tumpukan kayu ulin dengan rangka baja. Tingginya 8 meter, tanpa kubah, kaligrafi, bahkan pintu. "Bangunan di Pendopo bentuknya serupa. Jadi, saya ingin ada yang beda, futuristis," kata Anas, 41 tahun. Musala yang baru rampung dibangun itu dirancang oleh Andra Matin.
Memasuki halaman belakang Pendopo yang penuh pepohonan, terdapat bukit hijau setinggi 5 meter. Di perut bukit utara, bersemayam kantor PKK dan di selatan ada guest house. Rancangan arsitek Adi Purnomo ini dahsyat. Tanpa satu Watt setrum pun, penghuninya tidak akan kepanasan atau kegelapan. Sebab, cahaya berasal dari tujuh jendela horizontal di puncak bukit.
Tahun ini, Pemerintah Kabupaten akan memulai pembangunan Museum Banyuwangi. Lokasinya di dekat stadion. Proyek lainnya adalah pemugaran Stadion Diponegoro di Jalan Jaksa Agung Suprapto. Pembenahan lain menyasar Rest Area Watudodol (2 kilometer utara Pelabuhan Ketapang), Pantai Boom (1 kilometer dari pusat kota), dan pemugaran Wisma Blambangan yang pernah disinggahi Bung Karno. Negeri Gandrung pun terus bersolek.
REZA MAULANA
Terpopuler:
Erik Meijer : Indonesia Butuh Country Branding
Kelas-kelas Kuliner di Solo
Tiket Murah Lenyap, Harga Paket Wisata Tinggi
Tongkrongan Muda di Pasar Santa Jakarta
Bir Jawa Berkhasiat Melangsingkan Tubuh