TEMPO.CO, Surabaya - Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur tak bisa lagi hanya bergantung pada teknik sampling DNA tulang untuk upaya identifikasi korban Air Asia QZ8051 yang jatuh di Selat Karimata pada 28 Desember 2014. Tim kini juga mengandalkan data superimpose.
"Dua data ini sama-sama mendukung dan menjadi andalan tim DVI karena saling melengkapi," kata Ketua tim DVI Polda Jawa Timur Komisaris Besar Budiyono di crisis center, Selasa, 20 Januari 2015.
Menurut Budiyono, data superimpose adalah satu teknik mencocokkan gambar tubuh korban melalui foto korban semasa hidupnya. Tim DVI akan memilih toto korban yang tampak seluruh tubuhnya, terutama ketika tersenyum dan terlihat giginya.
Foto itu kemudian dicocokkan dengan kerangka tubuhnya saat ini. "Sehingga tubuh korban seakan-akan bisa direkonstruksi dengan utuh," katanya. (Baca berita sebelumnya: NaCl, Musuh Terbesar Tim DVI Air Asia.)
Data superimpose itu, ujar Budiyono, juga terbilang akurat karena dapat menunjukkan sudut-sudut pada bagian tubuh korban. Sudut-sudut itu diukur dengan tepat, sehingga hasilnya pun terukur.
Budiyono mencontohkan, teknik ini dipakai mengidentifikasi satu korban bernama Andreas Widjaja, 32 tahun, warga Surabaya, Jawa Timur. Jenazah dengan label B045 tersebut teridentifikasi pada Selasa, 20 Januari 2015, setelah tim DVI mencocokkan foto korban semasa hidupnya yang saat itu tersenyum dan gigi rotasinya kelihatan.
Foto gigi rotasi itu kemudian dicocokkan dengan gigi korban saat ini, dan menunjukkan sudut-sudutnya terdapat kecocokkan. (Baca: Gigi Rotasi Bantu Kenali Korban ke-46 Air Asia.)
MOHAMMAD SYARRAFAH
Terpopuler
Mahasiswi Berutang Rp 1 Miliar Dikenal Tertutup
Tony Abbot Kirim Surat, Apa Reaksi Jokowi?
Keluarga Korban Air Asia Berebut Jadi Ahli Waris
Tolak Tawaran Jokowi, Sutarman Pilih Bertani