TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia berakhir di posisi yang cukup tinggi, yakni level 5.323,89. Analis dari Reliance Securities, Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah, mengatakan, selain dipengaruhi oleh faktor penurunan harga bahan bakar minyak bersubsidi dan prospek pembangunan infrastruktur, kenaikan IHSG terbantu oleh stimulus bank sentral Eropa (ECB) senilai 1,1 triliun euro.
Kebijakan tersebut memberi harapan masuknya dana asing ke perdagangan saham dalam negeri. Namun Lanjar pesimistis IHSG akan melaju signifikan kembali pada pekan ini. Pasalnya, secara teknikal, IHSG yang sudah menyentuh titik resistance 5.320 biasanya rawan mengalami koreksi terlebih dahulu. Hal ini menambah deretan sentimen negatif IHSG, "Selain soal gonjang-ganjing stabilitas politik di dalam negeri setelah penangkapan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi," katanya. (Baca juga: Saham Barang Konsumsi Jadi Incaran)
Dalam jangka pendek, Lanjar menyarankan investor menghindari aksi beli saham-saham yang harganya sudah naik terlalu tinggi, seperti pada sektor perbankan, konstruksi, dan properti. Sebab, harga saham yang terlampau mahal cenderung dimanfaatkan investor untuk melakukan aksi ambil untung (profit taking). “Kurang bijak rasanya bila investor masih ingin mengoleksi saham BBRI, BMRI, BBCA, dan LPKR,” tuturnya.
Lanjar memprediksi IHSG bakal bergerak terbatas di level 5.265-5.340 pada awal terakhir Januari 2015. Investor asing akan memperhatikan pergerakan kurs rupiah sebelum mengakumulasi pembelian saham. Apalagi, dengan koreksi cukup tajam (141,38 poin) yang terjadi pada indeks Dow Jones, optimisme investor asing tentu bakal berkurang.
MEGEL JEKSON
Berita Bisnis Terpopuler
Lima Maskapai Ini Paling Banyak Dikeluhkan
Awasi Lembaga Keuangan, OJK Gaet Jepang
Izin Ekspor Freeport Diperpanjang