TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan telah mengantongi 42 berkas penyidikan kasus kecurangan di sektor pajak. Potensi kerugian negara dari tindak pidana itu ditaksir mencapai Rp 266,9 miliar.
Direktur Intelijen dan Penyidikan Dirjen Pajak Yuli Kristiyono mengatakan jumlah berkas penyidikan ini naik 280 persen dibanding 2013 yang hanya berjumlah 15 berkas. Menurut Yuli, modus kecurangan ini cukup beragam. Ada keterlibatan pengedar, penyalur, dan pengguna pajak.
"Modusnya antara lain memungut pajak tapi tidak menyetor, faktur pajak fiktif, hingga kasus suap pajak," katanya, Rabu, 28 Januari 2015. (Baca: Modus Lama, Faktur Berdasarkan Transaksi Fiktif)
Faktur pajak fiktif, kata Yuli, adalah modus yang paling sering digunakan. Pada 2014, ada 499 wajib pajak yang kedapatan menggunakan faktur pajak fiktif. Dari jumlah itu, 392 orang mengakui perbuatan mereka dan akan membayar pajak. "Nilainya Rp 696 miliar," ujarnya. (Baca: Pembuat Faktur Pajak Fiktif Bakal Dibui 6 Tahun)
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Dirjen Pajak Mardiasmo mengatakan ada 298 pegawai pajak yang dikenai sanksi pada 2014. Dari jumlah tersebut, 111 orang terkena sanksi ringan, 42 orang kena sanksi sedang, dan 110 pegawai dihukum berat. Ada juga pegawai yang dijatuhi sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, yaitu satu pegawai dengan hukuman ringan dan 12 pegawai dengan hukuman berat. "Ada enam pegawai yang diberhentikan dan enam orang kena skors," katanya.
Selain menjatuhkan sanksi disiplin, Ditjen Pajak juga menindak pegawai yang terlibat tindak pidana. Kasus terakhir adalah dua pegawai berinisial TM dan AI yang terlibat dalam jaringan penerbit dan pengguna faktur fiktif.
ANDI RUSLI
Berita Terpopuler
Sebelum Diserang, KPK Bongkar Kasus Raksasa Ini
Kisah Wanita Indonesia yang Terdampar di Chechnya
Jokowi Bukan Siapa-siapa di PDIP, Beda dengan SBY